Indahnya Nostalgia Penghuni Surga

فَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ يَتَسَاءَلُونَ. قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ إِنِّي كَانَ لِي قَرِينٌ

“Lalu sebagian mereka menghadap kepada sebagian yang lain sambil bercakap-cakap. Berkatalah salah seorang di antara mereka: “Sesungguhnya aku dahulu (di dunia) mempunyai seorang teman…” (QS. Ash Shaffat: 50-51)

Jerih payah perjuangan, pada saatnya akan terasa manis dikenang saat seseorang telah berhasil mencapai tujuan. Derita dan duka lara, pun akan menjadi cerita indah setelah bahagia datang. Seperti seseorang yang mengenyam pahitnya kesabaran saat belajar, setelah sukses, mengingatnya menjadi hiburan yang menyenangkan. Seperti  pula liku-liku seseorang yang menghadapi aral yang terjal saat menuju gerbang pernikahan, kelak ujian itu menjadi kisah romantis yang dikenang selalu. Itulah indahnya bernostalgia. Suatu cara menghibur diri dengan cara mengingat suka duka meraih sesuatu yang diimpikan.

Dari semua nostalgia yang pernah ada dan akan ada, tak ada nostalgia yang lebih indah dari nostalgia penghuni surga. Saat mereka telah bergelimang dengan kenikmatan, telah sirna penderitaan dan kesusahan, maka bernostalgia menjadi tambahan hiburan bagi mereka. Ibnul Qayyim dalam sebuah bukunya yang fenomenal Haadil Arwah ila Bilaadil Afrah memberi judul pada bab yang ke 59 dengan kalimat, “Fii Ziyaarati Ahlil Jannah ba’dhuhum ba’dha wa tadzaakurihim ma kaana bainahum fid dunya”, yakni bab tentang penghuni surga yang saling mengunjungi satu sama lain, dan bernostalgia terhadap kenangan yang pernah mereka alami di dunia. Sebuah judul yang unik dan membuat kita penasaran, dasar manakah yang beliau jadikan sebagai sandaran, benarkah penghuni surga saling bernostalgia?

Mungkin kita sering membacanya, namun luput dari perhatian kita. Karena ternyata, ada ayat yang gamblang menjelaskan hal ini, yakni firman Allah:

Lalu sebagian mereka menghadap kepada sebagian yang lain sambil bercakap-cakap. Berkatalah salah seorang di antara mereka: “Sesungguhnya aku dahulu (di dunia) mempunyai seorang teman…” (QS. Ash Shaffat: 50-51)

Allah mengabarkan bahwa penghuni surga saling berhadap-hadap satu sama lain, mereka bercengkrama dan saling bertanya tentang suka dukanya di dunia. Lalu mereka saling bercerita dan mengenang nostalgia mereka saat di dunia. Hingga ada di antara mereka berkata, “Sesungguhnya aku dahulu (di dunia) mempunyai seorang teman…” (QS. Shaffat: 51)

Tak ada sesuatu yang lebih indah untuk dikenang selain liku-liku mereka di dunia saat menghadapi godaan dan gangguan, dan bagiamana beratnya menahan kesabaran di dunia, hingga Allah menyelamatkan sampai di jannah. Di antara mereka ada yang hampir terpengaruh dengan bujuk rayu temannya di dunia yang menanamkan keraguan terhadapnya akan adanya hari kebangkitan di dunia.

Allah mengisahkan seorang penghuni jannah yang mengenang saat di dunia yang digoda oleh temanya, yang berkata: “Apakah kamu sungguh-sungguh termasuk orang-orang yang membenarkan (hari berbangkit)? Apakah bila kita telah mati dan kita telah menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kita benar-benar (akan dibangkitkan) untuk diberi pembalasan?” (QS. Ash-Shaffat: 52-53)

Ketika itu, ia segera mengingat temannya itu dan ingin tahu bagaimana keadaannya sekarang setelah di akhirat. Maka ia pun berkata, Berkata pulalah ia: “Maukah kamu meninjau (temanku itu)?” Maka ia meninjaunya, lalu dia melihat temannya itu di tengah-tengah neraka menyala-nyala. Ia berkata (pula): “Demi Allah, sesungguhnya kamu benar-benar hampir mencelakakanku, jikalau tidaklah karena nikmat Rabbku pastilah aku termasuk orang-orang yang diseret (ke neraka).”  (QS. Ash-Shaffat: 54-57)

Perbincangan para penghuni surga tak hanya menyangkut pribadinya semata, tapi juga bercerita tentang suka duka keluarganya. Masih di buku yang sama, Ibnul Qayyim membuat sub judul berbunyi “fi tadzaakuri ahlil Jannah ma kaana bainahum fi Daarid dunya,” yakni tentang penduduk jannah yang bernostalgia (mengenang) di antara mereka saat di dunia. Lalu beliau menyebutkan

وَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ يَتَسَاءَلُونَ. قَالُوا إِنَّا كُنَّا قَبْلُ فِي أَهْلِنَا مُشْفِقِينَ. فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْنَا وَوَقَانَا عَذَابَ السَّمُومِ

“Dan sebahagian mereka menghadap kepada sebahagian yang lain saling tanya-menanya. Mereka berkata: “Sesungguhnya kami dahulu, sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut (akan diazab).” Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka.” (QS. Ath-Thur: 25-27)

Dan ketika mereka bernostalgia, maka mereka mengenang masa-masa sulit yang mereka alami saat mencari ilmu, memahami al-Qur`an dan as-Sunnah. Hal ini lebih menyenangkan bagi mereka daripada kenikmatan makan maupun minum. Bagaimana tidak, setelah mereka berada dalam satu keluarga yang beriman, melewati masa-masa hidup di dunia dengan suka dan duka. Mereka juga sempat kehilangan anggota keluarga yang dicintainya, karena memang Allah mewafatkan mereka bukan dalam waktu yang bersamaan. Lalu, setelah sekian lama berpisah, akhirnya Allah mengumpulkan mereka kembali di jannah.

Ibnu Abbas berkata, “Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat keluarga orang mukmin menjadi satu level dengannya, meskipun amal mereka levelnya berada di bawahnya. Itu semua agar Allah menyempurnakan kebahagiaannya. Lalu beliau membacakan firman Allah:

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ

“Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (QS. Ath-Thur: 21)

Begitulah, Allah akan menyatukan satu keluarga orang mukmin tanpa mengurangi keutamaan salah satu di antara mereka. Tak ada yang diturunkan derajatnya untuk bersatu dengan keluarganya, justru anggota keluarga yang berada di level bawah akan dinaikkan ke derajat yang paling tinggi di antara mereka. Alangkah indahnya pertemuan mereka ketika itu. Alangkah mengesankan pula ketika mereka bernostalgia dan mengenang masa-masa hidup di dunia. Semoga Allah mengumpulkan kita dengan keluarga dan orang-orang yang kita cintai di jannah-Nya, aamin.

Sumber: majalah arrisalah edisi 146 hal. 38-39

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *