Hindari Sikap Egois Dalam Dakwah
Oleh: Ust. Burhan Shodiq
Pernah terjun dakwah ke lapangan? Sering pasti ya. Salah satu masalah yang sering muncul dalam dakwah di lapangan adalah sinergitas yang sering gagal. Gagal bagaimana? Baik saya akan coba paparkan kasusnya.
Ketika kita akan bergerak di lapangan dakwah, kita harus bekerjasama dengan pihak lain. Kerjasama ini tidak selalunya mulus. Karena masing-masing memiliki kepentingan untuk mengangkat namanya masing masing. Bendera lembaga seolah olah harus paling gede dan paling menonjol.
“Kami harus nomor satu. Jangan yang lain. Kami adalah orang yang sangat berjasa, yang lain engga. Kami adalah yang paling super, yang lain hanya pemeran pembantu.”
Jika hal ini terjadi, maka kita perlu untuk lapang dada. Jangan disikapi dengan emosi dan gontok gontokan. Ingatlah pada sebuah tujuan bersama. Tujuan untuk menyebarkan dakwah kepada semua pihak. Tujuan untuk memadamkan syiar maksiat yang ada di kota kita. Jika tujuan ini menjadi sebuah tujuan bersama, insya Allah ini menjadi sebuah kekuatan yang baik.
Dakwah Jangan Egois
Telah ada di masyarakat kita munculnya para aktivis dakwah yang merasa paling jago dan paling mendominasi dakwah. Bagi mereka, dakwah tidak akan terjadi jika mereka tidak terjun. Mereka adalah segala galanya, dan yang lain tidak melakukan apa apa. Perasaan seperti ini menjadi sangat kuat, sehingga mengganggu keharmonisan dakwah. Sehingga dakwah terkesan egois, maunya menang sendiri dan meniadakan pihak lain.
Fitrah manusia itu berbagi dan bekerjasama, bukan menyendiri dan paling merasa jagoan. Sebab sikap egois dan merasa paling penting akan merusak sebuah kerja organisasi. Sebuah susunan pekerjaan yang sangat besar, menjadi rapuh dan runtuh jika masing masing egois dan mementingkan diri sendiri.
Aliah SWT berfirman yang artinya. “Sekiranya kebenaran itu harus mengikuti kemauanhawa nafsu mereka saja, tentulah akan binasa langit dan buml dan mereka yang ada di dalamnya.” (Qs. Al-Mukminun: 71).
Peringatan Allah SWT itu bisa dimaknai seperti ini: sekiranya orang-orang yang egois itu menjadikan kebenaran sebuah keputusan berdasarkan hawa nafsunya sendiri, maka tentu agenda-agenda besar dalam sebuah organisasi yang sedang direncanakan akan hancur berantakan.
Allah SWT berfirman yang artinya, “Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” (Qs. AI-Baqoroh : 11).
Salah satu tanda dimana kelompok atau lembaga sering mengutamakan kepentingan diri sendiri adalah suka merendahkan orang lain. Mereka merendahkan orang lain yang tidak sepaham. Padahal, Allah SWT berfirman, “Janganlah kamu menganggap diri kamu suci; Dia lebih tahu siapa yang memelihara diri dari kejahatan.” (Qs. An-Najm: 32).
Setiap mukmin harus menyadari bahwa kerja dakwah adalah kerja bareng bareng, bukan kerja individu. Sehingga masing masing merasa sangat butuh merawat sebuah kebersamaan. Bukan malah merusak kebersamaan dengan sikap sikap tidak produktif seperti mementingkan diri sendiri. Karena sikap sikap seperti ini lahir dari ketidakpahaman akan hidup dalam dunia kebersamaan.
Tanda kedua yang sering muncul pada lembaga yang suka egois adalah sering membanggakan diri atas orang lain. Kamilah lembaga dengan aset dakwah terbesar. Kamilah lembaga dengan pengaruh terbanyak di wilayah ini. Mereka membanggakan diri di depan manusia,. Seolah semua kebaikan dan keberhasilan mereka adalah usaha mereka sendiri.
Seolah olah itu semua bukan campur :angan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Sikap seperti ini tentu saja mengganggu hubungan baik antar lembaga. Mereka akan menjadi benalu dalam sebuah hubungan dakwah. Karena pada setiap kali ada kerjasama, mereka akan selalu menjadi dun dalam daging. Mereka adalah pihak yang senantiasa harus diperlakukan istimewa dan lembaga lembaga lainnya.
Fokuslah Pada Tujuan Bersama
Lalu pertanyaannya, bagaimana cara menanggulangi sikap-sikap egois semacam ini. Masing masing pihak harus disadarkan bahwa menjadi pihak yang husnudzan itu sangat penting. Berbaikn sangka kepada pihak lain dalam segala ini. Mengutamakan prasangka baik kepada kawan seperjuangan. Tidak selalu mengedepankan prasangka buruk.
Karena jika yang dikembangkan adalah prasangka buruk, yang terjadi adalah senantiasa curiga dengan kawan dakwah. Kawan dianggap lawan, dicurigai akan merebut asset dakwah, merebut kader dan lain lain. Pikiran pikiran suudzan seperti ini akan menghambat kerja kerja dakwah. Tidak solutif dan cenderung mematikan potensi satu sama lain.
Selain itu penting juga untuk selalu berempati kepada kepentingan orang lain. Dahulukan kepentingan pihak pihak lain daripada kepentingan kita sendiri. Makanya menjadi sangat baik, jika masing masing kita akan selalu mengedepankan kepentingan orang lain dulu daripada kepentingan kita. Tepiskan dulu kepentingan diri sendiri dan beralihlah pada kepentingan kepentingan dakwah yang sifatnya lebih besar. Hindari kesukuan dan nilai nilai golongan dan berdakwahlah bersama ummat secara keseluruhan.
(majalah ar risalah: 203)