Hijrah, Jalan Menuju Khairu Ummah

Hijrah, Jalan Menuju Khairu Ummah

 

Umat Islam diperintahkan untuk senantiasa belajar dari masa lalu, terutama dari sejarah kehidupan Rasulullah r dan para sahabatnya. Pada kesempatan memulai tahun baru hijriah ini yang paling tepat adalah belajar mengamalkan makna hijrah dan implikasinya dalam kehidupan sehari-hari, dengan harapan menjadi manusia yang sejalan dengan aturan ilahi, tunduk serta patuh pada syari’at yang mulia ini, yang dengannya akan  terbukti bahwa umat islam adalah khoiru ummah (umat terbaik) dimuka bumi ini.

 

Hijrah secara umum artinya meninggalkan segala macam bentuk kemaksiatan dan kemungkaran, baik dalam perasaan (hati), perkataan dan perbuatan. Namun secara khusus adalah pindahnya Nabi Muhammad r  dan para sahabatnya dalam rangka menyelamatkan iman dan Islam serta membangun peradaban baru di tempat baru.

 

Makna Hijrah akan selalu hidup dalam diri orang-orang yang beriman. Hidup karena mereka selalu menghayati nilai-nilainya dan mengamalkan pesan-pesan moralnya. Bagi mereka peristiwa yang pernah dilakukan Rasulullah r  itu bukanlah kejadian biasa, melainkan menjadi sebuah tuntunan, yang harus senantiasa direnungkan maknanya dan diamalkan ibrahnya.  Umar bin Khattab Rodhiyallahu Anhu pernah menyatakan, “Alhijrotu farraqot baynal haqq wal bathil faarikhuuhaa” (Hijrah itu membedakan antara yang benar dengan yang salah, karena itu jadikanlah penanggalan kalian).

 

Hijrahnya Rasulullah r dan para sahabatnya ke kota Madinah membawa perubahan besar, menghentakkan perhatian dunia, menggoncang altar sejarah umat manusia. Perubahan drastis terjadi, arus perubahan itu pada utamanya terletak dalam semangat saling tolong menolong, meniupkan angin persatuan, keadilan, membungkam suara perpecahan, fanatisme etnis, suku, dan ras, semuanya bersatu di bawah bendera Laa Ilaaha Illallah Muhammad Rasulullah.

Tatkala Nabi r  tiba di kota Madinah, beliau meletakkan asas kemasyarakatan untuk menopang kekuatan umat Islam dengan sokongan kaum Muhajirin dan Anshar.

Rasulullah r  menegakkan masyarakat Islam atas dasar persaudaraan yang kokoh dan kuat. Karenanya kaum muslimin itu bersaudara. Dalam Islam, persaudaraan tidak mengenal batas-batas teritorial, geografis, suku, etnis, ras, maupun warna kulit, persaudaraan dalam Islam senantiasa mengikat dan mempersatukan tujuan serta memperkuat barisan, mengajak kepada kerjasama, gotong royong, bahu membahu atas dasar kebaikan dan kasih sayang.

Baca Juga:

Istiqomah di Jalan Hijrah

Kisah Persaudaraan itu terlukis indah dalam suatu riwayat hadits,  “Setiba kaum Muslimin dari Makkah ke Madinah, Rasulullah r  mempersaudarakan Abdur Rahman bin Auf dengan Sa`ad bin Ar-Rabi`. Setelah dipersaudarakan Sa`ad berkata kepada Abdur Rahman, “Saya termasuk orang Anshar yang berharta banyak. Itu hendak saya bagi dua separoh untukku dan separo untuk Anda. Saya juga mempunyai dua istri, lihat dan tunjuklah mana di antara dua perempuan itu yang Anda sukai, ia akan kucerai dan bila iddah-nya telah selesai silakan Anda nikahi.” Abdurrahman menjawab, “Semoga Allah memberkati keluarga dan harta Anda. Tunjukkan saja padaku di mana pasar tempat Anda berniaga.” Atas permintaan Abdur Rahman itu Sa`ad menunjuk pasar Qainuqa`. Beberapa waktu kemudian ternyata Abdur Rahman telah mempunyai kelebihan bahan makanan seperti keju (jubn) dan minya makan (samn). (HR. Bukhari)

Masih banyak riwayat yang menunjukkan betapa besar perhatian kaum Anshar terhadap saudara-saudaranya dari kaum Muhajirin. Dengan kesadaran tinggi dan persaudaraan yang tulus mereka rela mengorbankan sebagian kekayaan mereka untuk membantu kehidupan kaum Muhajirin.

Rasulullah r  menegakkan masyarakat di atas kaidah persamaan yang sempurna antar umat manusia, bukan hanya di antara umat Islam, tapi juga di antara elemen masyarakat di luar komunitas Islam. Tidak ada kelebihan antara seseorang dengan lainnya, tidak ada kelebihan dan keistimewaan antara si kulit putih dengan si kulit hitam, tidak ada kelebihan antara orang arab dengan bukan arab.

Dengan semangat persamaan pula, Nabi menghapus diskriminasi yang sebelumnya membelenggu kehidupan umat manusia. Dalam salah satu kesempatan beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menghilangkan semangat jahiliyah, kebanggaan mereka dengan nenek moyangnya, karena kalian berasal dari Adam dan Hawa, dan sesungguhnya semulia-mulia kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.” (HR. Baihaqi)

Rasulullah r  mengetengahkan asas kehidupan masyarakat setelah hijrah atas sikap tolong-menolog. Tolong menolong tersebut untuk kebaikan dan keutamaan, menjauhi hal yang haram, membasmi kemunkaran yang bercokol, dan mengenyahkan kebatilan serta kemusyrikan, menjaga bangunan tubuh masyarakat Islam dari penyakit-penyakit masyarakat yang bisa membawa pada kehancuran dan bercerai-berai.

Dari hijrahnya Nabi r  tercipta pula kepemerintahan islam yang berkeadilan, keadilan dibawah naungan islam yang dipimpin langsung manusia terbaik dan dengan sistem terbaik yaitu Al-Qur’an dan As Sunnah. Keadilan yang dibangun oleh Rasul adalah keadilan yang memberikan hak sesuai porsinya; keadilan yang memandang kaum lemah itu kuat karena ada hak yang harus diterimanya dan memandang orang-orang kuat yang merampas dan menginjak-injak haknya orang lain itu lemah. Suara keadilan telah digemakan oleh Allah:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (Qs. An-Nahl: 90)

Allah telah menyuruh kita berbuat adil, tidak cukup dengan adil saja, namun dengan keadilan itu, kita harus berbuat kebajikan. Keadilan yang menjadi asas pembangunan dan penyemaian nilai-nilai spiritual, moral, dan sosial dari peristiwa hijrah meniscayakan kesejajaran seseorang di hadapan Allah sehingga kehidupan umat Islam menjadi sentosa karenanya.

Dengan kekuatan asas yang dipancangkan oleh Rasulullah, lengkaplah unsur-unsur yang diperlukan bagi terbentuknya masyarakat yang beriman, bertakwa, bertauhid, yang berdiri gagah di atas puing-puing reruntuhan Jahiliyah. Masyarakat yang sanggup menghadapi gelombang-gelombang zaman dalam sejarah umat manusia. Masyarakat itu telah tiada, namun misi kebenaran Allah, Islam, dan tugas sejarah yang pernah diembannya tak pernah hilang.

Yang pasti adalah masa kehidupan umat manusia akan cerah ceria bila kemunkaran dan kebatilan telah sirna. “Dan katakanlah bila kebenaran telah datang dan yang batil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (Qs. Al-Isra: 81)

Oleh karenanya, mari kita resapi makna hijrah, lihat sejarah hijrahnya nabi, ambil hikmah dan pelajarannya, lalu mari kita terapkan dalam kehidupan dengan semangat perjuangan merubah diri menjadi lebih baik, serta berusaha bermanfaat menebar kebaikan, namun kita juga tidak boleh lupa untuk melawan setiap kebathilan dan kekufuran. Semoga Allah tunjukan jalan kebaikan bagi kita umat islam, sehingga umat ini benar-benar menjadi khoiru ummah, Amiin ya Rabb.

 Oleh: Ust. Khusnan

Disadur dan disesuaikan dari beberapa sumber. 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *