Hidup bebas dengan takwa
Belajar dari seekor ayam potong, ketika dikeluarkan dari kandangnya karena bobotnya yang kurang memadai, ia dilepas dan tidak dibawa bersama ayam lainnya. Sekalipun sudah berada di alam bebas, ayam potong masih saja ia kebingungan mencari makan. Bahkan lebih memilih mendekam di sekitar kandang menunggu kalau majikannya memberi makan. Saat majikannya tidak datang-datang juga, ia tetap bertahan. Hal ini sangat berbed dengan ayam kampung. Begitu keluar dari kandang, ayam kampung langsung berkelana bebas mencari makan.
Itu memang hanya sebuah pemandangan biasa yang ditemui setiap hari. Namun jika kita bisa menarik benang hikmah dari pemandangan itu, tentu kita akan mendapatkan pelajaran. Jika seseorang menggantungkan rezeki kepada makhluk, tentu akan membuat hidup terbatas. Dia akan menganggap nasibnya hanya bergantung kepada tempat ia bekerja, gaji yang diterima, tempat usaha satu-satunya, ataupun ladang sawah miliknya. Ini karena dalam kurun waktu yang lama dia terikat dengan rutinitas, dan di dalamnya dia terjerat. Sekalipun besar tubuh seekor gajah, bahkan sebenarnya ia mampu mencabut pohon yang besar, tetapi kenyataannya ia tidak mampu memutus rantai kecil yang membelitnya, karena terlalu lama ia terbelenggu oleh keyakinannya.
Ketergantungan rezeki kepada Allah membuat hidupnya bebas. Rezeki ada di mana-mana, selama sudah meminta dari-Nya, lalu memaksimalkan usaha, maka akan dipenuhi janji-Nya. Memang, tidak disangka-sangka dan juga tidak terduga. Bisa sedikit tapi juga banyak sebukit. Yang sedikit tidak membuatnya sakit, yang membukit pun tidak membuatnya sulit. Karena keyakinannya, Allah yang mengatur, dirinya cukup bertakwa dan berkerja. Seindah janji-Nya, sebahagia menjalaninya.
Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (Ath-Thalaq: 3)
Saudaraku…, belajarlah dari ang ada untuk meniti jalan takwa dan memetik ridha-Nya. Semoga langkah usaha kita merunut jalan takwa membebaskan hidup menjadi lapang dan bahagia, serta menyelamatkan dunia dan akhiratnya.
(Umar Faqihuddin, Hikmah Dua Umar): 34