Hidayah dan Kesesatan

                          Matan Aqidah Ath Thahawiyah 24-25:                         

يَهْدِيْ مَنْ يَشَاءُ، وَيَعْصِمُ، وَيُعافي فَضْلاً، ويُذِلُّ مَنْ يَشَاءُ، وَيخْذُلُ، وَيَبْتَلي عَدْلاً ، وَكُلُّهُمْ يَتَقَلَّبُوْنَ فِيْ مَشِيْئَتِهِ، بَيْنَ فَضْلِهِ وَعَدْلِهِ

Allah memberi petunjuk siapa saja yang Dia kehendaki, menjaga dan memeliharanya sebagai karunia-Nya. Dia juga menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, menghinakan, dan menghukumnya sebagai keadilan-Nya.

Seluruh makhluk di  bawah kehendak Allah, di antara karunia dan keadilan-Nya.

Pada pembahasan hidayah dan kesesatan ini adalah bagian dari pembasahan iman kepada takdir yang sangat penting. Sedemikian pentingnya, sampai-sampai Ibnu Qayyim menyebutnya sebagai ‘qalbu abwaabil qadri’ (jantung bab takdir). Yang demikian ini mengingat hidayah adalah nikmat teragung yang diberikan oleh Allah kepada seorang hamba, dan kesesatan adalah musibah terbesar yang ditimpakan oleh Allah kepada seorang hamba. Namun karena pembahasan hidayah dan kesesaan ini cukup rumit kita ditantang untuk ekstra konsentrasi, teliti, dan seksama di dalam memahaminya.

Sebagai catatan, sejak masa tabi’in pembahasan hidayah dan kesesatan ini telah menjadi faktor pemicu perselisihan umat. Tetapi ini bukan berarti kita boleh tidak sebaiknya mengkajinya. Sebab tanpa mengkajinya kita tak akan pernah tahu hakikat keduanya dan karenana justru semakin mudah tergelincir kepada kesesatan. Dengan ma’unah dan taufik dari Allah kita akan dapat memahaminya sebagaimana dipahami oleh para ulama Ahlussunnah, as-Salafus Shalih.

 

Hakikat Hidayah

Sebelum membahas hidayah yang hanya Allah berikan kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya, terlebih dahulu kita kaji macam-macam hidayah sebagaimana dijelaskan oleh para ulama. Menurut kajian mereka, hidayah ada empat.

Pertama, hidayah ‘aammah, yaitu hidayah yang berkaitan dengan aktivitas yang bermanfaat bagi diri. Hidayah ini Allah berikan kepada semua makhluk, baik makhluk berakal maupun yang tidak berakal. dengan hidayah inilah burung selalu pulang ke sarangnya dan kelinci selalu pulang ke liangnya. Dengan hidayah ini pula ular mematuk dan lebah menyengat jika disakiti. Inilah hidayah yang dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya, “Sucikanlah nama Rabb-mu yang Mahatinggi; yang Menciptakan, dan Menyempurnakan yang menentukan kadar, dan memberi hidayah.” (QS. Al-A’la: 1-3)

Kedua, hidayah bayan, irsyad, atau ta’lim. Yaitu seruan Allah kepada apa yang bermanfaat di akhirat kelak. Hidayah ini khusus Allah tujukan untuk mukallafin: jin dan manusia. Inilah hidayah yang kelak menjadi hujjah Allah atas hambanya, hal mana Allah tidak akan menyiksa seorang hamba sebelum tegak hujjah yang ini.  Jika hujjah ini telah tegak, maka ia berhak untuk disiksa jika ia menyelisihinya. “Dan adapun kaum Tsamud, maka mereka telah Kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) daripada petunjuk, maka mereka disambar petir azab yang menghinakan disebabkan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Fushshilat: 17) inilah hidayah yang mampu diberikan oleh para Rasul dan para penerusnya. “Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Asy-Syuraa: 52)

Ketiga, hidayah taufik. Yakni Allah menjadikan manusia menerima kebenaran dan ridha terhadapnya. Hidayah ini hanya dimampui oleh Allah. Tidak ada satu makhluk pun yang mampu memberikanya, bahkan Rasulullah sendiri diberitahu oleh Allah, “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. Al-Qashash: 56)

“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. Baqarah: 272)

Keempat: hidayah ke jalan jannah dan neraka. Hidayah inilah yang dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya, (kepada malaikat diperintahkan): “Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah, selain Allah; maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka.” (QS. Ash Shaffat: 22-23)

 

Hidayah Untuk Mereka Yang Allah Kehendaki

Banyak ayat menegaskan bahwa Allah memberi hidayah (taufik) kepada orang-orang yang dikehendaki. Di antaranya, “Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus.” (QS. Al-Baqarah: 142)

Perlu dicatat dan diingat baik-baik bahwa Allah hanya menunjuki siapa-siapa yag layak mendapat hidayah. Mereka adalah orang-orang yang bersungguh-sungguh mencari hidayah dan menghadap kepadanya. Allah memudahkan mereka untuk itu. “Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (QS. Al Maidah: 16)

“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.” (QS. Al-Lail: 5-7)

Allah menakdirkan hidayah sebagai karunia dan kemurahan dari-Nya bagi orang yang menginginkan kebaikan dan hidayah. Allah memudahkan untuk berbuat baik. Orang yang mengingini hidayah tidak akan disesatkan oleh Allah. Allah sama sekali tidak akan menyia-nyiakan amal shalih yang dikerjakan seseorang. “Barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Allah memberi hidayah hatinya.” (QS. At-Taghabun: 11)

“Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi?”  (QS. Shaad: 28)

 

Kesesatan Mereka Untuk Mereka Yang Allah Kehendaki

Makna Allah menyesatkan mereka adalah Allah tidak memberi taufik dan Allah biarkan mereka mengikuti hawa nafsu. Dan ini pun karena Allah tahu tidak ada kebaikan padanya. Untuk yang ada kebaikan padanya, Allah memberi hidayah kepada mereka seperti hidayah Allah untuk Umar bin Khattab, Amru bin Ash, Khalid bin Walid, dan beberapa  tokoh lain yang semula mereka sangat membenci Islam, tiba-tiba mendapatkan taufik dari Allah. Juga, Allah hanya menyesatkan orang yang berpaling dari pencarian atas hidayah dan kebaikan. Jadi Allah menyesatkan mereka sebagai basalan dari sikap mereka dan ketidaksukaan mereka kepada kebaikan. Allah tidak menzhalimi merka secuil pun. Ayat-ayat berikut ini memperjelasnya.

“Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.” (QS. Al-Baqarah: 258)

“Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 264)

“Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. Al Maidah: 108)

“Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang berlebih-lebihan (israf) lagi pendusta.” (QS. Al Mukmin: 28)

Mereka ang tidak ditunjuki (disesatkan) oleh Allah adalah orang-orang yang zhalim, kafir, fasik , pendusta, dan berlebih-lebihan. Sekali lagi, Allah menyesatkan mereka sebagai balasan dari sikap mereka dan ketidaksukaan mereka kepada kebaikan.

 

Hanya Ada Karunia Dan Keadilan

Demikianlah, semua hamba Allah berada di antara karunia dan keadilan Allah. Karunia bagi orang-orang yang bertakwa dan keadilan bagi orang-orang yang durhaka. Jika ada yang mendapat hidayah (dan nikmat yang banyak) itu adalah karunia dari Allah. Sebaliknya, jika ada yang terjerembab dalam kesesatan (dan berbagai musibah) itu adalah keadilan. Dan segala puji bagi-Nya, saat memberi karunia atau pun berbuat adil.

Ini seperti dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari Abdullah bin Umar, bahwa perumpamaan kita dengan Yahudi dan Nasrani adalah seperti seseorang yang memperkerjakan tiga orang. Orang pertama berkerja dari pagi  sampai tengah hari diupah dengan satu dinar, itu perumpamaan Yahudi. Orang kedua berkerja dari tengah hari sampai waktu Ashar diupah satu dinar, itu perumpamaan Nasrani. Dan orang ketiga berkerja dari waktu Ashar sampai waktu Maghrib diupah dengan dua dinar. Lantas orang pertama dan orang kedua protes, kenapa mereka yang berkerja lebih lama dan saat panas hanya menerima satu dinar, sedangkan orang ketiga yang berkerja sebentar dan sudah tidak panas diberi dua dinar. Maka Allah menjawab, “Apakah aku menghalangi kalian dari hak kalian? Itulah karunia-Ku yang aku berikan kepada siapa yang aku kehendaki.” Ya Allah, kami memohon kepada-Mu karunia-Mu, dan janganlah engkau halangi kami darinya barang sekejap.

(KH. Imtihan Asy Syafi’i, Mudir Ma’had Aly An Nuur Surakarta)

Sumber: majalah arrisalah edisi 67 hal. 17-19

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *