Hanya dengan Rahmat-Nya Kita Bisa Selamat

Hanya dengan Rahmat-Nya Kita Bisa Selamat

Kesibukan yang berharga bagi setiap muslim adalah membaca hadits Rasulullah kemudian menghafal, memahami maknanya dan merealisasikan dalam bentuk amal di dunia, apalagi bisa menyampaikan kepada manusia yang lain. Dan dalam makalah kali ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullah dengan sanadnya yang sampai kepada sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda:

لاَ يُدْخِلُ أَحَداً مِنْكُمْ عَمَلُهُ الجَنَّةَ وَلاَ يُجِيْرُهُ مِنْ النَّارِ وَلاَ أَنَا إِلاَّ بِرَحْمَةٍ مِنَ اللهِ

“Tidak seorang pun dari kalian yang dimasukkan surga oleh amalnya dan tidak juga diselamatkan dari neraka karenanya, tidak juga aku kecuali karena rahmat dari Allah.” (HR. Muslim)

Hadits ini diletakan oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya pada bab, “lan yadkhula ahadun al-jannata bi’amalihi bal birahmatillahi ta’ala,” (Seseorang tidak akan masuk surga dengan amalnya, tetapi dengan rahmat Allah).

Amal bukan sesuatu yang memasukan seseorang ke surga, bukan pula yang menghindarkan seseorang dari neraka. Amal juga bukan merupakan pengganti harga surga karna surga Allah itu sangat mahal dan tidak bisa di bayar dengan amal seseorang, sebanyak apapun dan dari orang mulia manapun.

Bahkan Rasul kita yang mulia, Nabi Muhammad saw yang paling bertakwa, kualitas dan kuantitas amalnya melebihi seluruh mahluk-Nya, bersabda meyakinkan kita dengan sabdanya, “Tidaklah seorang pun dari kalian yang di selamatkan oleh amalnya.” Salah seorang sahabat bertanya, “Tidaklah juga engkau, wahai Rasulullah ?” beliau menjawab, “Tidak juga aku, kecuali bila Allah melimpahkan rahmatnya padaku, tapi tujuan kebenaran.” (HR. Muslim dan sahabat Abu Hurairah)

Perkataan Nabi saw ini menunjukan ketawadhuannya dan mengajarkan kepada kita untuk tidak ta’jub dengan amal yang sudah kita lakukan. Namun, dengan hadits ini bukan berarti lantas kita putus asa dan tidak bersemangat beramal shaleh. Justru hadits ini menunjukan betapa butuhnya seorang muslim untuk bersungguh-sungguh dalam mengerjakan amal shaleh. Bagaimana bisa? Di akhir hadits Rasulullah bersabda, “tapi tujulah kebenaran”.

Secara lisan beliau memerintahkan kita untuk selalu menuju kebenaran dengan amal shaleh. Secara tindakan, beliau juga telah mencontohkannya. Sampai-sampai Aisyah ra bertanya kepada Nabi setelah melihat kaki beliau yang mulia bengkak karena lama berdiri shalat malam, “Wahai Rasulullah, kenapa melakukan ini padahal Allah telah mengampuni dosamu yang telah berlalu dan yang dikemudian.” Beliau bersabda, “Apakah aku tidak (boleh) menjandi hamba yang bersyukur?” (HR. Muslim, hadits ini diletakan Imam Muslim persis setelah bab seseorang tidak akan masuk surga dengan amalnya).

 Rutin Beramal Meskipun Sedikit

Masih diriwayatkan oleh Ibunda kita Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, Rasulullah bersabda, “Tujulah (kebenaran), mendekatlah dan bergembiralah bahwa sesungguhnya tidak seorang pun dali kalian yang dimasukan surge oleh amalnya.” Sahabat bertanya, tidak juga engkau Wahai Rasulullah?” beliau menjawab, “Tidak juga aku, kecuali bila Rabbmu melimpahkan rahmat dan karunia padaku. Dan ketahuilah bahwa amal yang paling disukai Allah adalah yang paling rutin meski sedikit. “ (HR. Muslim)

Selalu dalam keadaan benar (beramal shaleh) tidaklah mungkin, pasti ada saat-saat dimana kita jatuh dari kebenaran bahkan jatuh dalam kemaksiatan dan kesalahan, iyadzanbillah. Tapi kita bisa mendekat kebenaran, dan itulah perintah Nabi kepada setiap muslim, agar tidak bosan dan keluar dari ketaatan karena terlalu berlebih-lebihan dalam beribadah kepada-Nya atau meremehkannya. Bahkan yang paling disukai Allah adalah yang paling rutin amal shalehnya meskipun sedikit. Karena Allah tidak akan bosan kita ibadahi, namun kitalah yang kadang bosan beribadah, nasalullahal’afiyah wat taufiq.

 Bisa Beramal Karena Mendapatkan Rahmat-Nya

Menafikan atau menolak seseorang masuk surga dengan amalnya tidak bermakna menolak kemanfaatan amal, dan tidak pula menafikan apa yang telah diitsbatkan (ditetapkan) oleh Allah dalam al-Qur’an, seperti firman-Nya, “(yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): “salaamun’alaikum, selamat sejahtera bagimu, masuklah kamu kedalam surge itu disebabkan (amal shaleh) yang telah kamu kerjakan.” (QS. An-Nahl: 32).

Hadits yang shahih tidak mungkin bertentang dengan dan bertolak belakang dengan al-Qur’an, bahkan hadits yang shahih menjadi penjelas dan menerangkan makna al-Qur’an. Para ulama pendahulu kita yang shaleh telah menjelaskan bahwa ‘sebab’ saja, tidaklah mewajibkan sampai kepada ‘musabab’.

Ketika benih sudah besar dan hujan turun membasahinya, tidaklah cukup untuk menumbuhkannya menjadi tumbuhan. Ketika suami istri berhubungan maka tidak mengharuskan istri hamil, meskipun berhubungan adalah sebab hamilnya istri. Ketika orang sakit minum obat tidaklah mewajibkan sembuh, meskipun meminumnya adalah sebab kesembuhan.

Ibnu Bathal rahimahullah dalam Syarah Shahih Bukhari menjelaskan bahwa amal shaleh setiap hamba berbeda-beda dan derajat seseorang di surga dipengaruhi oleh amalnya. Tinggi atau rendahnya seseorang di surga adalah sebab amalnya. Adapun masuk surga dan kekal selamanya disana adalah rahmat Allah yang tidak bisa diganti dengan sesuatu apapun.

Seseorang bisa melakukan amal shaleh, mendapatkan taufiq, dan ikhlas dalam beramal serta diterima amalnya adalah karena rahmat Allah. Begitu pula dengan dilipatgandakan pahala amalan adalah karena rahmat-Nya. Tidak mungkin amal di dunia terbatas dari sisi kuantitas dan waktu menggantikan surga yang kenikmatannya luar biasa dan dirasakan selama-lamanya.

Bila amal shaleh kita (yang tidak sempurna) dibalas Allah dengan sedikit kenikmatan surga maka habis sudah tanggungan Allah kepada kita. Padahal sejatinya  kemanfaatan amal shaleh adalah untuk manusia dan tidak untuk Allah. Yang tersisa adalah nikmat Allah yang begitu banyak tak terhingga yang belum kita syukuri, dan bila Allah mengadzab kita, maka itu adalah keadilan-Nya.

Semoga Allah mengampuni kita dan merahmati kita.

(sumber: majalah ar risalah: 154)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *