Festival Imlek Ternyata Tak Sekedar Tahun Baru Tionghoa !

Festival Imlek Ternyata Tak Sekedar Tahun Baru Tionghoa!

Silang pendapat tentang Festival Imlek hingga kini masih saja ada, apakah Festival Imlek itu sekedar adat budaya atau hari raya agama. Lebih miris lagi, sebagian tokoh Islam malah menjadikan celah ini sebagai alasan untuk bertoleransi yang sejatinya telah menembus batasan-batasan syariat dimana umat Islam harus bertahan dengan keyakinan agamanya.

Walhasil, muncul ide-ide muda-mudi muslim ikut memeriahkan festival Imlek dengan sajian tari, music perform, dan sebagianya, dengan dalih ‘toleransi’ antar umat beragama dalam kebhinekaan. Na’udzubillah.

Mengutip pernyataan Sofyan Jimmy Yosadi (Yang Chuan Xian) Ketua Komunitas Budaya Tionghoa Sulawesi Utara sekaligus pengurus FKUB Manado, dia menyatakan bahwa Imlek adalah hari raya umat Khong Hu Chu. Dia mengatakan,

“Tahun Baru Imlek adalah Hari raya bagi umat Khong Hu Chu; bukan klaim sepihak umat Khong Hu Chu. Landasan keimanan Khong Hu Chu berkaitan dengan hari raya ini terdapat dalam kitab suci Agama Khong Hu Chu Kitab Sishu & Wujing. Perintah Agama Khong Hu Chu menjelaskan bahwa terdapat rangkaian ritual keagamaan, baik sebelum dan setelah hingga 15 hari sesudah Tahun Baru Imlek.”

Pernyataan yang dia ungkapkan dalam situs tionghoa.info tersebut diperkuat dengan argumentasi yang dia tulis sendiri.

Sofyan Jimmy Yosadi (Yang Chuan Xian) mengemukakan bahwa, landasan filosofis maupun historis jelas dalam sejarah resmi Tiongkok bahwa zaman Dinasti Han (206 SM – 220 M) saat Rujiao (agama Khong Hu Chu) menjadi agama negara, maka ditetapkan tahun baru Imlek sebagai hari raya. Menggunakan penanggalan berdasarkan penghitungan tahun kelahiran Kongzi (Confusius; sebutan yang disematkan Matteo Ricci misionaris Katolik saat berada di Tiongkok). (selengkapnya bisa dibaca di www.tionghoa.info)

Uraian di atas cukup sebagai bukti bahwa secara filosofis Imlek tak hanya sekedar kegiatan adat etnis tertentu, namun Imlek ternyata adalah ritual Hari Raya Keagamaan. Meskipun, secara historis Imlek juga dijadikan sebagai standart dimulainya bulan baru bagi etnis Tionghoa dan akhirnya dianggap sebagai perayaan tahun baru Tionghoa.

Muslim Tidak Boleh Mengiktui Festival Imlek

Berdasarkan fakta historis di atas, diketahui bahwa Imlek bukanlah sekedar kegiatan adat Tionghoa atau perayaan tahun baru Tionghoa, namun ternyata Imlek adalah sebuah Hari Raya Agama.

Jika demikian, setiap tindakan yang berbentuk memeriahkan, mengikuti, ikut andil, membantu, mengucapkan selamat, dan semisalnya merupakan tindakan yang dihukumi haram dalam Islam. Sebagaimana Islam juga menghukumi haram melibatkan diri pada perayaan Hari besar agama nasrani, yahudi, dan lainnya.

Barangkali terasa sangat remeh, masa ikut festival Imlek saja tidak boleh? Festival Imlek itu sangat meriha, ada pertunjukan barongsai dan event meriah khas Tionghoa lainnya.

Menanggapi itu, umat Islam harus tahu bahwa setiap tindakan yang dilakukan seorang muslim harus berdasarkan ilmu yang jelas. Sehingga akan tampak mana tindakan-tindakan yang dibolehkan oleh syariat dan mana tindakan yang ternyata dilarang oleh syariat.

Umat Islam harus tahu, bahwa Imlek adalah Perayaan Hari Besar agama lain. Hal mana tindakan-tindakan tersebut ternyata termasuk dalam kategori mengakui dan meridhai bahwa agama mereka adalah benar. Telah banyak Ulama yang menjelaskan tentang hal ini.

Tentu saja, hikmah di balik semua itu akan kembali pada umat Islam sendiri: keselamatan di Dunia dan di Akhirat kelak. Hingar bingar dan kemeriahan dalam festival itu sama sekali tak bisa memberikan jaminan sebagaimana jaminan yang telah diberikan oleh Allah ‘Azza wa Jalla.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu.” (QS. Al-Maidah: 3)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad 2/50 dan Abu Daud no. 4031. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih, Irwa’ul Ghalil no. 1269)

Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا

“Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang menyerupai selain kami.” (HR. Tirmidzi no. 2695. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Tidak halal bagi seorang muslim untuk menyerupai mereka (orang-orang kafir) dalam segala hal yang menjadi ciri khas perayaan hari-hari besar mereka, baik itu berupa bentuk hidangan makanan, gaya berpakaian, atau aktifitas menyalakan api/lilin, dan sebagainya.”

Lebih dari itu, beliau mejelaskan bahwa larangan itu juga berlaku pada sikap menghadiri pesta pernikahan agama lain, dukungan materi, atau bahkan, melakukan transaksi atau jual beli barang yang sudah pasti untuk keperluan perayaan agama lain. (Majmu’ al-Fatawa, Syaikh Ibnu Taimiyah, 2/488) Wallahu a’lam [M. Shodiq/dakwah.id]

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *