Materi Khutbah Jum’at
Tiga Bentuk Kejujuran
Oleh: Ust. Ahmad Taqiyuddin, Lc
Khutbah Pertama
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ.
قال الله تعالى: يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
وقال رسول الله :إِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ، وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ
Ma’asyiral muslimin, jamaah shalat Jumat rahimakumullah.
Allah Ta’ala mempunyai nama-nama indah dan sifat-sifat utama yang disebut dengan Asmaul Husna. Diantara nama tersebut adalah as-sami’ (Yang Maha Mendengar). Seorang muslim yang mengaku dirinya bertauhid kepada Allah Ta’ala ketika mengetahui nama ini, seharusnya ia tidak hanya menghafalkan lafazhnya, memahmi maknanya, lebih dari itu ia harus menjalankan konsekuensinya.
Seorang muslim yang betul-betul bertauhid ia akan senantiasa menjaga lisannya, menjauhi kebohongan dan selalu melazimi sifat kejujuran. Hal ini berdasarkan perintah Nabi shallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:
عَلَـيْكُمْ بِـالصِّدْقِ فَاِنَّ الصِّدْقَ يَـهْدِى اِلىَ اْلبِرِّ وَ اْلبِرُّ يَـهْدِى اِلىَ اْلجَنَّةِ. وَ مَا يَزَالُ الـرَّجُلُ يَصْدُقُ وَ يَـتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْـتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيـْقًا) . رواه البخارى و مسلم(
“Hendaklah kalian berlaku jujur, karena sesungguhnya jujur itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga. Dan jika seseorang terus-menerus berlaku jujur dan memilih kejujuran sehingga dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur.” (HR. Bukhari Muslim)
Ma’asyiral muslimin, jamaah shalat Jumat rahimakumullah.
Berbicara tentang As Shidq (kejujuran), Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah rahimahullah membaginya kepada tiga macam.
Pertama: Jujur Dalam Ucapan
Seseorang tidak dikatakan jujur kecuali perkataannya telah memenuhi dua syarat sebagaimana disebutkan oleh Imam Ibnu Hajar dalam kitabnya Fathul Bari, yaitu;
“Adanya kesesuaian antara lesan dengan hatinya (keyakinannya) serta kesesuaian antara lisannya dengan kabar yang disampaikan oleh lisannya. Ketika salah satu syarat tersebut hilang, maka perkataannya tidak dikatakan jujur.”
Ketika orang munafik mengucapkan “nasyhadu innaka larasulullah” (kita bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah), dilihat dari realita yang disampaikan adalah benar. Namun ketika dilihat kesesuaian antara lisan dan keyakinan hati mereka, tidak benar. Maka tidak terpenuhi syarat jujur. Terlebih lagi, Allah Ta’ala juga telah menyatakan bahwa ucapan mereka adalah dusta.
Dalam surah Al Munafiqun ayat pertama disebutkan,
إِذَا جَاءكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ
“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: “Kami mengakui, bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah”. Dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.” (QS. Al Munafiqun: 1)
Maka dari itu, Rasulullah mewanti-wanti umatnya agar berhati-hati dalam menukil atau menyampaikan suatu kabar. Suatu kabar yang belum jelas baginya, hanya katanya dan katanya. Sebab disebutkan dalam sebuah hadits shahih,
كَفَى بِالْمَرْءِ كذبا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
“Cukup seseorang dikatakan sebagai pendusta jika ia menceritakan segala berita yang ia dengar.” (HR. Muslim)
Lisan yang kita miliki merupakan nikmat Allah Ta’ala, dengan lisan ini kita mampu mengungkapkan apa yang ada pada hati kita. Namun bagi orang yang tidak memahami akan sebuah nikmat, maka ia akan terjerumus di dalamnya, mengingkari nikmat tersebut dengan cara menggunakannya untuk bermaksiat kepada Allah Ta’ala.
Dan ternyata, ketika melihat hadits-hadits Rasulullah, hal dominan yang menyebabkan seseorang masuk neraka adalah lisan dan kemaluannya. Disebutkan dalam sebuah hadits, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ لاَ يَرَى بِهَا بَأْسًا يَهْوِى بِهَا سَبْعِينَ خَرِيفًا فِى النَّارِ
“Sesungguhnya seseorang berbicara dengan suatu kalimat yang dia anggap itu tidaklah mengapa, padahal dia akan dilemparkan di neraka sejauh 70 tahun perjalanan karenanya.” (HR. Tirmidzi. Beliau berkata: ‘hadits ini hasan gharib’)
Dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat ‘Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, ditegaskan pula bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اضْمَنُوا لِي سِتًّا مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَضْمَنْ لَكُمْ الْجَنَّةَ اصْدُقُوا إِذَا حَدَّثْتُمْ وَأَوْفُوا إِذَا وَعَدْتُمْ وَأَدُّوا إِذَا اؤْتُمِنْتُمْ وَاحْفَظُوا فُرُوجَكُمْ وَغُضُّوا أَبْصَارَكُمْ وَكُفُّوا أَيْدِيَكُمْ
“Jaminlah enam hal untukku dari diri kalian, saya akan menjamin syurga untuk kalian; jujurlah jika berbicara, tepatilah jika kalian berjanji, tunaikanlah amanat jika kalian serahi amanat, jagalah kemaluan kalian, tundukkan pandangan kalian dan tahanlah tangan kalian.” (HR. Ahmad)
Dalam hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan enam sifat mukmin yang dijamin masuk surga, salah satunya adalah berkata jujur jika berbicara.
Imam Hasan Al Bashri juga mengatakan, “Tidaklah memahami agamanya orang yang tidak pandai menjaga lisannya.” (Lihat: Aina Nahnu min Haa’ulaa’i)
Ma’asyiral muslimin, jamaah shalat Jumat rahimakumullah.
Kedua, Jujur Dalam Amal Perbuatan.
Yaitu ketika amal perbuatannya sesuai dengan perintah atau petunjuk Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan dibangun atas keikhlasan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu menjelaskan bahwa amal seseorang harus dibangun atas dua hal.
Pertama, shihhatul iradah (benarnya keinginan). Maksudnya, seseorang tidak boleh beramal dalam Islam, kecuali hanya untuk Allah Ta’ala. Sekali seseorang mencoba beramal dan diperuntukkan untuk selain Allah, maka amalannya gugur. Karena ia terkena virus syirik.
Kedua, shihhatu tashwwur (benarnya persepsi). Maksudnya, apa yang dilakukannya sesuai dengan petunjuk Rasulullah. Jika tidak, maka ia akan terjerumus pada perkara baru dalam Islam yang tidak pernah ada dasarnya dalam Al Qur’an maupun sunnah.
Tidak semua manusia benar dalam memahami Al Qur’an. Setidaknya manusia dalam memahami Islam terbagi menjadi lima kelompok:
Pertama, Memahami Islam bukan dari sumbernya; Al Qur’an dan As Sunnah.
Kedua, Memahami Islam dengan Al Qur’an saja tanpa As Sunnah. Mereka sering dikenal dengan Inkarus Sunnah.
Ketiga, Memahami Islam dengan As Sunnah saja tanpa Al Qur’an.
Keempat, Memahami Islam dengan Al Qur’an dan As Sunnah menurut pemahamannya sendiri.
Kelima, Memahami Islam dengan Al Qur’an dan As Sunnah menurut pemahaman Rasulullah dan para sahabatnya yang mulia.
Sedangkan fungsi As Sunnah terhadap Al Qur’an minimal ada tiga fungsi:
Pertama, menguatkan hukum yang telah ditetapkan Al Qur’an.
Kedua, menjelaskan Al Qur’an. Yaitu dengan memerinci apa yang global (tafshiil al-mujmal) dan membatasi yang mutlak (taqyiidul mutlaq) dalam Al Qur’an.
Contohnya adalah tatkala Allah memerintahkan untuk melakukan shalat, tanpa ada penjelasan (bayaan) tentang waktu-waktu, rukun-rukun, dan jumlah raka’atnya. Begitu juga tentang perintah zakat dan sebagainya. Dalam hal ini al-sunnah menjelaskannya dengan terperinci.
Ketiga, sunnah terkadang mendatangkan hukum baru yang tidak terdapat dalam Al Qur’an.
Seperti makanan dan minuman yang diharamkan. Harus kita pahami bahwa keharaman yang berkaitan dengan makanan dan minuman dalam islam tidak hanya terbatas dalam alquran, namun hal tersebut juga disampaikan Rasulullah dalam hadits-hadits shahihnya.
بارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ.
Khutbah Kedua
الحمد لله رب العالمين والعاقبة للمتقين، ولا عدوان إلا على الظالمين .أشهد أن لاإله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله لا نبي ولا رسول بعده. فيا عباد الله ،أوصيكم ونفسي بتقوى الله فقد فاز المتقون
Ma’asyiral muslimin, jamaah shalat Jumat rahimakumullah.
Ketiga, Jujur Dalam Setiap Situasi dan Kondisi
Kejujuran yang ketiga adalah jujur dalam setiap kondisi. Maknanya adalah ketulusan amalan hati serta amalan anggota badan di atas keikhlasan. Antara hati dengan lisan dan anggota badannya sama. Tidak ada kebohongan terhadap Allah.
Disebutkan dalam sebuah hadits yang diceritakan oleh Sahl bin Hunaif bahwasanya ia mendengar Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ سَأَلَ اللَّهَ الشَّهَادَةَ مِنْ قَلْبِهِ صَادِقًا بَلَّغَهُ اللَّهُ مَنَازِلَ الشُّهَدَاءِ وَإِنْ مَاتَ عَلَى فِرَاشِهِ
“Barangsiapa yang memohon mati syahid kepada Allah dengan jujur dari dalam hatinya, maka Allah akan memberinya pahala syuhada meskipun ia meninggal di atas kasur.” (HR. Muslim)
Mungkin sebagian kita terkadang kurang jujur melaksanakan ibadah karena pujian manusia, pergi haji karena ingin dipilih jadi pemimpin dan sebagainya. Ini suatu hal yang keliru.
Khatib teringat akan sebuah kisah seorang arab badui. Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dengan sanad shahih, An-Nasai dan lain-lain, dari Syaddad bin Al-Had bahwa ada seorang laki-laki Arab Badui datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian beriman kepada apa yang dibawa oleh nabi dan mengikuti beliau.
Badui tersebut berkata kepada nabi, “Aku akan berhijrah bersamamu,” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat memberikan nasihat agama kepadanya. Pada Perang Khaibar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membagikan ghanimah kepada kaum muslimin. Nabi memberikan bagian kepada para sahabat yang membuat mereka bergembira, akan tetapi ketika pembagian sampai kepada si Badui, tiba-tiba dia menolaknya sembari berkata, “Apa ini?” Para sahabat menjawab, “Ini adalah bagian ghanimah untukmu yang berasal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Mendapatkan jawaban para sahabat, si Badui terpaksa mengambil bagian ghanimah itu tetapi kemudian dia menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sesampai di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, si Badui bertanya, “Harta apakah ini?” “Ini adalah bagian ghanimah yang aku bagi untukmu.” jawab Nabi. Kembali orang Badui itu berkata, “Bukan karena perkara ini aku mengikutimu, akan tetapi aku mengikutimu karena aku ingin agar suatu saat nanti aku terkena lemparan panah di sini –sambil menunjuk ke lehernya– sehingga aku terbunuh dan masuk jannah karenanya.” Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنْ تَصْدُقْ اللَّهَ يَصْدُقْكَ
“Jika engkau jujur kepada Allah, maka Allah akan membenarkanmu.”
Setelah itu, kaum muslimin beristirahat sebentar, mereka kemudian melanjutkan lagi penyerbuan terhadap musuh. Di tengah berkecamuknya peperangan, si Badui dibawa menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan keadaan terkena panah di tempat yang sesuai dengan yang dia tunjukkan sebelumnya. Melihat itu, Rasulullah bertanya, “Apakah dia orang yang kemarin?” Para sahabat menjawab, “Benar,” Nabi bersabda,
صَدَقَ اللَّهُ فَصَدَقَهُ ، ثُمَّ كَفَّنَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي جُبَّةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، ثُمَّ قَدَّمَهُ فَصَلَّى عَلَيْهِ فَكَانَ مِمَّا ظَهَرَ مِنْ صَلَاتِهِ: اللَّهُمَّ هَذَا عَبْدُكَ خَرَجَ مُهَاجِرًا فِي سَبِيلِكَ فَقُتِلَ شَهِيدًا وأَنَا شَهِيدٌ عَلَى ذَلِكَ
“Dia telah berbuat shiddiq kepada Allah, maka Allah berbuat shiddiq kepadanya.”Selanjutnya Nabi mengkafaninya dengan baju besi milik Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau mendoakannya dan di antara doa beliau adalah, “Ya Allah, ini adalah hamba-Mu, dia keluar untuk behijrah di jalan-Mu dan terbunuh sebagai syahid. Dan aku bersaksi atas perkara itu.”
Oleh sebab itu, hendaklah kita menjadi orang jujur. Ternyata kejujuran tidak sebatas di lisan, tetapi kejujuran juga dalam perbuatan dan hati. Makanya, Allah Ta’ala menginginkan kita supaya maksimal dalam kejujuran, dan salah satu caranya adalah dengan bergaul dengan orang-orang jujur.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَكُونُواْ مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS. At Taubah: 119)
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، وَتَابِعْ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ بِالْخَيْرَاتِ
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
اللَّهُمَّ اكْفِنأ بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِى بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
اللَّهُمَّ إِنِّا نسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
اللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالفَحْشَاءَ وَالشَّدَائِدَ وَالفِتَنَ وَالمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ بُلْدَانِ يَارَبَّ العَالَمِيْنَ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ الأُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّم
L
Jangan lupa klik tombol share di bawah, Semoga Bermanfaat!
Terimakasih, Jazakumullah Khairan, Barakallahu Fiikum.