Cerita Pulang Santri Mentawai ; Perjalanan Menebus Rindu

Semarang, (2/7/2022)

Tiga santri asuh Himayah Foundation asal Kepulauan Mentawai pulang ke kampung halamannya, Mentawai, Provinsi Sumatera Barat. Mereka adalah Ajimmi dan Fatimah yang kakak beradik dan Diana.

Ini merupakan perjalanan pulang kampung yang pertama kali setelah mereka 5 – 6 th berada di Jawa. Himayah Foundation mengagendakan mereka pulang untuk mengobati rasa rindu yang telah lama mereka pendam.

Mereka pulang kampung pada, Jumat , (24/7), menggunakan jalur darat, naik bus. Berangkat dari Semarang pada, Jumat sore, (24/7)

Perkiraan waktu tempuhnya selama 3 hari 3 malam. Tetapi pada kenyataannya ditempuh selama 5 hari 5 malam. Begini ceritanya…

Hari Pertama, Jumat, (24/6)

Persiapan Berangkat

Setelah berkemas menyiapkan barang bawaan, pada Jumat, (24/7) pukul 14.30 WIB mereka sampai pool bus ALS Semarang di Jl. Kaligawe. Diantar oleh pengurus Himayah Foundation perwakilan Semarang, Abie Zaidan.

Mereka menunggu cukup lama, karena bus yang akan mereka naiki sedang menyiapkan barang-barang paket untuk dikirim ke arah pulau Sumatera. Banyak sekali barang yang diangkut, sampai diletakkan diatas atap bus dan ditutup menggunakan terpal. Nampaknya, selain mengangkut penumpang, bus ini juga melayani pengiriman paket secara shuttle, dikirim dari pool ke pool. Bus ALS AC non toilet. Itulah bus yang anak-anak naiki.

Di pool, kami diberitahu oleh pak sopir kalau bus berhentinya di Padang Panjang, bukan di Padang, sebagaimana informasi yang kami peroleh saat membelikan tiket. Oleh pihak PO kami diyakinkan kalau nanti anak-anak akan aman-aman saja. “Jadi, nanti dari Padang Panjang naik travel ke Padang,” jelas pak sopir. Jadi, ada miss perception antara costumer service yang menjual tiket dengan pak sopir pembawa bus. Akhirnya, ya sudahlah. Kami pasrahkan anak-anak kepada Allah Ta’ala. Semoga Allah memberi keselamatan dan kelancaran perjalanan mereka.

Setelah menunggu sekian lama, akhirnya pada pukul 16.30 WIB bus baru berangkat.

Tim Himayah yang mengantar dan menunggu bus berangkat tidak bisa menemani mereka sampai berangkatnya bus, karena harus menunaikan tugas menuju ke daerah Sampangan untuk acara kajian. Maghrib harus sudah sampai di lokasi.

Mulai dari sini, tim Himayah memantau perjalanan mereka melalui group WA yang sudah disiapkan sebelumnya. Anggota groupnya ada tim Himayah perwakilan Semarang, pak Tulus sebagai perwakilan Panti Asuhan Nur Hidayah, Genuk, ibunya Diana, tantenya Ajimmi, Ajimmi dan Diana. Fatimah tidak membawa HP karena memang belum dibolehkan memilikinya.

Terlihat notifikasi masuk di group, jam menunjukkan pukul 16.52 WIB anak-anak mengabarkan sudah naik bus dan berangkat.

Pukul 20.55 WIB mereka sampai Tegal dan berhenti untuk makan malam. Alhamdulillah kondisi fisik mereka masih fit, meskipun kabarnya sudah ada yang mabuk. Fatimah. Hmmm… Semoga baik-baik saja.

Hari Kedua, Sabtu, (25/6)

Menyeberang ke Sumetera

Pukul 03.45 WIB mereka kirim kabar sudah masuk Jakarta. Alhamdulillah. Tetapi untuk sampai ke Pelabuhan Merak masih membutuhkan waktu kurang lebih 3 jam lebih. Jarak yang lumayan jauh.

Pukul 08.30 WIB mereka sampai Pelabuhan Merak. Sebelum masuk kapal, mereka menyempatkan diri untuk sarapan.

Pukul 08.45 WIB mereka sudah berada di kapal untuk menyeberang menuju Pelabuhan Bakauheni, Lampung. Seumur-umur, baru kali itu mereka menyeberangi Selat Sunda, dari Merak ke Bakauheni. Momentum itu tidak disia-siakan mereka untuk foto-foto diatas kapal. Duh, senangnya… Maa syaa Alloh.

Tampak kiriman foto-foto mereka diatas kapal di jendela group WA. Anak-anak terlihat senang, tetapi wajah-wajah lelah mereka tampaknya tidak bisa disembunyikan, meskipun tertutup masker.

Setelah kurang lebih 1 jam, mereka sampai Lampung, menginjakkan kaki di Pulau Sumatera. “Wellcome to Mentawai island”, tulis Diana di beranda group WA. Sebentar lagi sampai Mentawai… Mungkin pikirannya begitu… Wong baru sampai Sumatera kok bilang Mentawai… Hehe

Bus mulai mengaspal di Lampung. Usai Lampung, lalu Palembang. Nah, cerita di Palembang inilah yang bus berhenti sangat lama. Bukan hanya lama, tapi sangat lama, karena selain terjebak kemacetan, kru bus harus membongkar barang bawaan berupa paket-paket yang memang tujuannya Palembang. Diawal cerita, bus ini bukan hanya mengangkut orang, tapi juga paket-paket yang banyak.

Selama perjalanan dari Palembang pukul 21.45 WIB sampai memasuki Lubuk Linggau sekitar pukul 09.45 WIB mereka kehilangn sinyal. Cukup lama. Hingga muncul tanya dari keluarga mereka, “Kalian sampai mana? “. Ada kekhawatiran akibat ketiadaan kabar yang nyaris seharian dari anak-anak.

Hari Ketiga, Senin, (27/6)

Ketinggalan Kapal

Kalau secara perhitungan awal, anak-anak pada Senin malam, (27/6) sudah sampai Padang. Lalu paginya nyebrang ke Mentawai.

Akan tetapi pada kenyataannya, mereka Senin pukul 11.00 WIB baru sampai Padang Panjang. Dari Padang Panjang, mereka naik travel menuju Padang.

Pada pukul 18.00 WIB mereka sampai Padang. Perjalanan yang bertambah panjang dan jalannya berkelok-kelok membuat perjalanan terasa lebih berat.

Mereka tidak bisa langsung ke pelabuhan Padang karena kapal Ambu-ambu sudah berangkat menuju Mentawai. Ketinggalan kapal. Lalu, hari Selasa qodarullah juga tidak ada jadwal kapal. Akhirnya, mereka putuskan untuk menghubungi saudara di Padang untuk menginap.

Mereka menumpang istirahat dan bermalam di rumah saudara sepupu Diana, Kak Hotma namanya. Alhamdulillah, ada tumpangan. Mereka di rumah kak Hotma sampai hari Rabu subuh.

Hari Keempat, Selasa, (28/6)

Di Rumah Kak Hotma

Setelah perjalanan 3 hari 4 malam dari Semarang – Padang, mereka bisa istirahat di rumah Kak Hotma. Kondisi letih dan kekakuan kaki dan badannya bisa sedikit terobati.

Sehari di rumah Kak Hotma cukup membantu memulihkan tenaga yang terkuras selama perjalanan Semarang – Padang.

Hari Kelima, Rabu, (29/6)

Menyeberang ke Mentawai

Ba’da Subuh, anak-anak diantar Kak Hotma menuju pelabuhan. Pukul 06.00 WIB mereka harus sudah standby disana. Karena kapal cepat berangkat pukul 07.00 WIB.

Alhamdulillah, singkat cerita, pembelian tiket dan screening kartu vaksin lolos. Dan mereka pun bisa naik kapal.

Kapal berangkat pukul 07.05 WIB dan sampai di Pelabuhan Tua Pejat, Pulau Sipora, Kabupaten Kepulauan Mentawai pukul 10.46 WIB.

Nampak keceriaan anak-anak terlihat dari postingan-postingan foto di group WA.

Sampai di Pelabuhan Tua Pejat, mereka dijemput keluarganya masing-masing.

Untuk menuju rumah mereka masih membutuhkan waktu yang lumayan lama. Dan alhamdulillah akhirnya mereka sampai juga di kampung halamannya. Diana di Sagitsi Barat, Nemnem Leleu, Sipora Selatan dan Ajimmi-Fatimah di dusun Sao, Josua, Sipora Selatan.

Senang rasanya melihat ketiga santri Mentawai bisa bertemu keluarganya.

Nantinya setelah sekitar 12 hari di Mentawai, Ajimmi dan Fatimah kembali ke Jawa untuk masuk pondok lagi. Sementara Diana akan ke Padang, menuju tempat tugas wiyata bhakti selama setahun di salah satu pesantren di Padang.

Kami ucapan jazaakumullahu khairan kepada para muhsinin dan muhsinat yang telah membantu program OTA PD (Orangtua Asuh Peduli Dakwah).

(Rep – Abie Zaidan)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *