Berdakwah atau mengajak orang lain kepada kebaikan tentu tidak boleh berhenti hanya pada satu cara. Selain menasihati secara langsung, membuat tulisan atau mengirim artikel-artikel islami, ada perangkat ampuh lain untuk menaklukkan hati seseorang. Yaitu peka dengan kondisi pribadi seseorang. Dengan cara seperti ini, seorang da’I akan lebih mudah mengajak orang lain agar mau menerima seruannya.
Berikut ini adalah salah satu contoh dakwah yang dipraktekkan oleh Imam Abu Hanifa terhadap seorang pemabuk. Dalam sebuah riwayat disebutkan ada seorang pemuda yang tinggal tepat di belakang tembok rumah Imam Abu Hanifah. Ia kerap kali meminum khamar dan bernyanyi-nyanyi di sepanjang malam dalam keadaan mabuk. Dia berkata, “Mereka telah menyianyiakan hidup saya!” Setiap hari dia selalu dalam kondisi seperti ini.
Pada suatu shubuh, ketika Imam Abu Hanifah hendak melaksanakan shalat, dia merasa terganggu dengan suara bising pemuda ini. Maka, Abu Hanifah mencari-cari waktu yang tepat untuk meluluhkan hati pemuda ini. Pada suatu hari, Imam Abu Hanifah bangun untuk melaksanakan shalat Shubuh. Dia tidak lagi mendengar suara bising pemuda ini, maka dia menanyakan perihal pemuda ini, lalu dia mengetahui bahwa pemuda ini telah ditangkap karena ia kerap kali minum khamr.
Abu Hanifah pergi menjumpainya, dia berkata kepada sipir penjara, “Maukah kalian membebaskan pemuda ini untuk saya?” Mereka berkata, “Ia orang yang gemar minum khamr!” Abu Hanifah berkata, “Keluarkanlah ia demi saya.”
Dan mereka pun mengeluarkannya. Lalu, Abu Hanifah membawanya dan menaikkannya ke atas hewan tunggangannya. Ia duduk tepat di belakang Abu Hanifah Dia tidak berbicara sepatah kata pun dengan pemuda ini hingga mereka berdua sampai di rumah. Setelah sampai di rumah Abu Hanifah bertanya, “Apakah kami menyianyiakan hidupmu wahai pemuda?”
Pemuda itu pun menjawab, “Demi Allah tidak, mulai saat ini saya berjanji tidak akan minum khamar lagi!”
Ya Allah, dia seorang peminum khamar! Tetapi lihatlah, bagaimana hikmah dari sebuah kelembutan dan kepekaan rasa! Kebanyakan pemuda, fitrah mereka masih baik dan suci, meskipun mereka telah melakukan perbuatan asusila dan bejat. Tetapi, mereka tidak menemukan sosok seperti Abu Hanifah. Seseorang yang mencari dan memilihkan waktu yang tepat, lalu dia membuka semua pintu yang tertutup dengan kunci kepekaan rasa.
Fakhruddin
Sumber: Kecerdasan Seoragn Muslim, Karya Amru Khalid, Penerbit Aqwam, Solo