Buktikan Cintamu Kepada Rarulullah ﷺ …!

Oleh: Syamil Robbani  (Samuelrebban@gmail.com)

Antusiasme kaum muslimin di Indonesia khususnya dalam menyambut bulan Rabiul Awwal sangatlah luar biasa, gelora semangat yang patut diapresiasi dengan menyelenggarakan berbagai kegiatan. Semoga semangat ini juga bisa dijaga pada bulan-bulan berikutnya. karena nyatanya mencintai Rasulullah ﷺ tidak sebatas pada bulan ini saja, lebih dari itu kecintaan kita kepada Rasulullah ﷺ  tidak lah berbatas waktu, Tapi seumur hidup. Dan yang terpenting adalah pembuktian cinta kita semua kepada Baginda Rasul ﷺ . Bukaankah cinta butuh pembuktian? Terkadang kita mengaku sebagai orang yang paling cinta kepada Rasulullah ﷺ, tapi ternyata itu hanyalah sekedar klaim belaka. Mengapa? Karena itu hanya sekedar diujung lisan. Maka berhati-hatilah, sebab cinta itu butuh pembuktian.

Bulan Rabi’ul awwal adalah bulan ketiga dari bulan hijriyyah. Yaitu bulan yang dipenuhi dengan berbagai keutamaan dan barakah. Karena pada bulan ini lahir seorang manusia terbaik, penutup para Nabi dan Rasul, kekasih sekaligus teladan kita semua yaitu Nabi Muhammad ﷺ . Beliau Allah kirim sebagai Rahmatan lil Alamin, juru penyelamat manusia dari kegelapan menuju cahaya terang benerang. Maka seluruh keutamaan, keistimewaan serta barakah bulan ini erat kaitannya dengan keberkahan atas lahirnya Sayyidul Anam.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Zakariya bin Mahmud Al-Qazwini Rahimahullah tentang bulan Rabiul Awwal;

هو شهر مبارك فتح الله فيه الخيرات والسعادات على العالمين بوجود سيد المرسلين ﷺ.

“Rabiul Awwal adalah bulan yang diberkahi, pada bulan ini Allah bukaan pintu-pintu kebaikan dan kebahagiaan ke seluruh Alam karena hadirnya Sayyidil Mursalin Muhammad . “  (Ajaib Al-Makhluqat wa Al-Hayawanat wa Gharaib Al-Maujudat, Zakariya bin Muhammad bin Mahmud Al-Qazwini, 68)

Adapun nasab beliau ﷺ  adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Al-Nadhr bin kinanah bin Khuzaimah bin Mudzrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan.

Para ulama sepakat tentang nasab beliau sampai batas silsilah ini, Adapun keatasnya para ulama masih berbeda pendapat tentang keshahihannya. (Fikih As-Sirah An-Nabawiyah, Muhammad Sai’d Ramadhan Al-Buthi, 44)

Mengenai tanggal kelahiran Rasulullah ﷺ ulama berbeda pendapat, ada yang mengatakan tanggal 12 dan adapula yang mengatakan tanggal 9 dari bulan Rabiul Awwal. (Al-Mausuah Al-Qur’aniyah, Ibrahim bin Ismail Al-Abyari, 1/25)

Menurut pendapat yang masyhur dikalangan jumhur ulama bahwa Beliau ﷺ lahir pada hari Senin 12 Rabiul Awwal tahun gajah. (Lathaif Al-Ma’arif, Ibnu Rajab Al-Hambali, 102)

Kelahiran Nabi kita semua ﷺ menjadi karunia terbesar yang Allah berikan kepada manusia. Allah berfirman;

لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولا مِنْ أَنْفُسِهِمْ

Sungguh, Allah telah memberikan karunia kepada orang-orang beriman ketika (Allah) mengutus seorang Rasul (Muhammad) di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri…” ( QS. Ali Imran : 164)

Abdurrahman As-sa’di dalam tafsirnya menjelaskan mengenai ayat ini;

هذه المنة التي امتن الله بها على عباده، أكبر النعم، وهي الامتنان عليهم بهذا الرسول الكريم الذي أنقذهم الله به من الضلالة، وعصمهم به من الهلكة

  “Karunia ini adalah anugrah yang Allah berikan kepada hamba-hambanya sekaligus menjadi kenikmatan yang paling besar. Anugrah tersebut adalah   diutusanya seorang Rasul yang denganya Allah selamatkan mereka dari kesesatan dan mengindarkan mereka dari kebinasaan.” ( Taisir Karim Ar-Rahman fi Tafsir Kalam Al-Manan, Abdurrahman as-sadi, 155)

Urgensi cinta Rasulullah  

Berbicara tentang kecintaan kita kepada Rasulullah ﷺ adalah topik yang sangat urgen. Sebab erat kaitannya dengan status keimanan dan ihwal kita di akhirat nanti. Lantaran Rasulullah ﷺ bersabda ;

عن أنس قال قال النبي صلى الله عليه وسلم لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده والناس أجمعين

“Dari Anas Radhiyallahu a’nhu berkata, Nabi   bersabda : ‘”Tidaklah beriman seorang dari kalian hingga aku lebih dicintainya daripada orang tuanya, anaknya dan dari manusia seluruhnya.” (HR. Bukhari)

Hamzah Al-Qasim men-syarah hadist diatas bahwa tidaklah keimanan seseorang itu sempurna sampai kecintaanya kepada Rasulullah ﷺ melebihi dari  sesuatu yang paling ia cintai dalam hidupnya. Maka sangat erat hubungannya kesempurnaan iman dengan kecintaan kepada Baginda ﷺ . (Manarul Qari Syarah Mukhtashar Shahih Al-Bukhari, Hamzah Al-Qasim, 1/92)

Terlebih, perkara kecintaan kita kepada orang yang kita cintai menjadi hal harus diperhatikan. Sebab ada maklumat yang di sampaikan Rasulullah ﷺ bahwa kita akan di kumpulkan bersama orang-orang yang kita cintai. Maka perhatikanlah dengan seksama siapa orang yang kita cintai tersebut.

أن رجلا سأل النبي صلى الله عليه وسلم متى الساعة يا رسول الله قال ما أعددت لها قال ما أعددت لها من كثير صلاة ولا صوم ولا صدقة ولكني أحب الله ورسوله قال أنت مع من أحببت

“Bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Kapankah hari Kiamat terjadi wahai Rasulullah?” beliau menjawab: “Apa yang telah kau persiapkan untuknya?” laki-laki itu menjawab: “Aku belum mempersiapkan banyak, baik itu shalat, puasa ataupun sedekah, namun aku hanya mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Beliau bersabda: “Kamu akan bersama dengan orang yang kamu cintai”. (HR. Bukhari)

Muhammad Al-Kasymiri dalam kitabnya “Faidh Al-Bari Ala Shahih Al-Bukhari”  menuturkan bahwa status tingkatan  seseorang di surga nanti ditentukan sesuai dengan seberapa dalam ia mencintai Rasulullah ﷺ . (Faidh Al-Bari Ala Shahih Al-Bukhari, Muhammad Anwar Al-Kasymiri, 4/475)

Uraian ini pun senada dengan keterangan yang tuangkan oleh Ibnu Bathal dalam karya beliau. Beliau berkata;

فدل هذا أن من أحب عبدًا فى الله فإن الله جامع بينه وبينه فى جنته

“ Hadist diatas memberikan isyarat  kepada kita bahwa barang siapa yang  mencintai seorang hamba kerena Allah  , maka kelak akan dikumpulkan dengan orang yang dia cintai di surga-Nya.” ( Syarah Shahih Al-Bukhari li Ibni Bathal, Ibnu Bathal, 9/333)

Kecintaan kita kepada Baginda Muhammad ﷺ juga merupakan indikasi bahwa seseorang tersebut akan dapat merasakan manisnya iman. Manisnya keimanan adalah sesuatu yang sulit didefinisikan.  Apabila seseorang telah mengecap manisnya iman, maka sungguh ia akan menjadi manusia yang berbeda. Idikasi tersebut sebagaimana disebutkan dalam sabda Beliau ﷺ ;

 عن أنس بن مالك رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال ثلاث من كن فيه وجد حلاوة الإيمان أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما

“Dari Anas bin Malik dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Tiga perkara yang apabila ada pada diri seseorang, ia akan mendapatkan manisnya iman: Dijadikannya Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari selain keduanya.”(HR. Bukhari)

Ibnu Rajab Al-Hambali menerangkan bahwa iman itu rasanya manis. Rasa tersebut bisa dirasakan oleh hati seseorang sebagaimana mulut merasakan manisnya makanan dan minuman. Maka iman menjadi gizi dan nutirisi bagi hati laksana makanan dan minuman menjadi kebutuhan bagi tubuh. ( Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari, Ibnu Rajab Al-Hambali, 1/51)

Maka sudah seyogianya seorang muslim mengetahui bagaimana cara mengekspresikan cinta kepada sang Baginda nabi ﷺ. Bagaimana membuktikan cintanya kepada Rasulullah ﷺ  benar-benar tulus. Bukan hanya sekedar klaim belaka bahwa seseorang tersebut mencintai Nabi ﷺ.

Rasulullah  sangat cinta kepada ummatya.

Secara fitrah manusia akan mencintai dan menyukai orang yang telah berbuat baik kepadanya. Tidak ada seorang pun diantara manusia yang paling banyak memberikan kebaikan kepada mereka selain Rasulullah ﷺ. (Kaifa Nuhib Rasulallah ﷺ, Yahya Muhammad Al-Azhari, 9)

Mayoritas manusia lebih mendahulukan kepentingannya atas kepentingan orang lain. Tapi tahukah kita bahwa Rasulullah ﷺ itu berbeda, seluruh pikiran, jerih payah, usaha, dan keringat beliau semua dicurahkan untuk keselamatan dan kebahagiaan kita semua selaku ummatnya. Masya Allah…!

Kita dapat menyadari kedalaman cinta Rasulullah ﷺ kepada kita, jika kita mengerti perjuangan beliau dalam sirah kehidupannya. Wajib bagi  seorang muslim untuk membaca dan mempelajari sirah perjalan hidup beliau, karena dengan cara inilah kita dapat meneteskan air mata melihat perjuangan beliau semasa hidupnya, serta menumbuhkan kecintaan kepada sang Baginda ﷺ. Sebagaimana yang di uraikan oleh Ibnu Rajab Al-Hambali, beliau berkata;

وأما محبة الرسول: فتنشأ عن معرفته ومعرفة كماله وأوصافه وعظم ما جاء به

  “Adapun kecintaan kepada Rasulullah  itu tumbuh dari pengetahuan seseorang atas kesempurnaaanya, sifat-sifat luhurnya, dan agungnya risalah yang beliau bawa. (Fathul Bari, Ibnu Rajab Al-Hambali, 1/53)

Abdurrauf menambahkan bahwa rasa cinta adalah buah dari pengentahuan akan sesuatu, semakin seseorang mengenal akan sesuatu tersebut, maka kecintaannya semakin mendalam, begitupun sebaliknya.  Dari sini dapat diketahui bahwa manusia itu bertingkat-tingkat dalam mencintai sesuatu sesuai tingkat pengentahuan mereka akan sesuatu hal tersebut. (Mahabatu Ar-Rasul Baina Al-Itiba’ wa Al-Ibtida’, Abdurrauf Muhhammad utsaman, 33)

Adapun beberapa contoh bukti cinta Rasulullah ﷺ kepada ummat;

  1. Doa Nabi ﷺ untuk keselamatan ummatnya.

Yaitu Ketika malaikat Jibril turun mendatangai Rasulullah ﷺ untuk menyampaikan wahyu ;

وَلَسَوۡفَ يُعۡطِيكَ رَبُّكَ فَتَرۡضَىٰٓ

“Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga kamu menjadi puas.” (QS. Adh-Dhuha: 5)

Al-Qurthubi dalam kitabnya menjelaskan bahwa ketika ayat ini turun, maka Nabi Muhammad ﷺ berkata, “Maka demi Allah, aku tidak rela apabila seorang pun dari ummatku masuk kedalam neraka.” (Al-Jami’ Liahkami Al-Qur’an, Al-Qurthubi, 20/96)

  • Kerinduan Rasulullah ﷺ kepada Ummatnya.

Suatu hari Rasulullah bersama para sahabat keluar menuju kuburan lalu beliau mengucapkan salam kepada mereka. Pada saat yang sama beliau rindu untuk bertemu dengan Ikhwan yaitu kita selaku umatnya yang beriman kepada beliau tapi belum pernah melihat beliau.

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم وددت أني لقيت إخواني قال فقال أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم أوليس نحن إخوانك قال أنتم أصحابي ولكن إخواني الذين آمنوا بي ولم يروني

“Rasulullah   bersabda: “Saya berharap untuk bertemu dengan saudara saudaraku”, para sahabat Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam berkata: bukankah kami adalah saudara-saudara Tuan?, Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda: “Kalian adalah sahabatku, sedang yang dinamakan ikhwanku adalah mereka yang beriman kepadaku walau tidak melihatku “. (HR. Ahmad)

  • Rasulullah ﷺ  menyimpan doanya untuk menjadi syafaat untuk umatnya.

لكل نبي دعوة مستجابة فتعجل كل نبي دعوته وإني اختبأت دعوتي شفاعة لأمتي يوم القيامة فهي نائلة إن شاء الله من مات من أمتي لا يشرك بالله شيئا

“Setiap Nabi memiliki doa yang mustajab, maka setiap nabi menyegerakan doanya, dan sesungguhnya aku menyembunyikan doaku sebagai syafa’at bagi umatku pada hari kiamat. Dan insya Allah syafa’atku akan mencakup orang yang mati dari kalangan umatku yang tidak mensyirikkan Allah dengan sesuatu apa pun.” (HR. Muslim)

  • Rasulullah ﷺ memberikan Syafaat kepada Umatnya dihari kiamat.

فأقول أنا لها فأستأذن على ربي فيؤذن لي ويلهمني محامد أحمده بها لا تحضرني الآن فأحمده بتلك المحامد وأخر له ساجدا فيقول يا محمد ارفع رأسك وقل يسمع لك وسل تعط واشفع تشفع فأقول يا رب أمتي أمتي فيقول انطلق فأخرج منها من كان في قلبه مثقال شعيرة من إيمان فأنطلق فأفعل ثم أعود فأنطلق فأفعل

“Aku kemudian meminta ijin Tuhanku dan aku diijinkan, Allah mengilhamiku dengan puji-pujian yang aku pergunakan untuk memanjatkan pujian terhadap-Nya, yang jika puji-pujian itu menghadiriku sekarang, aku tidak melafadkan puji-pujian itu. Aku lalu tersungkur sujud kepada-Nya, lantas Allah berfirman ‘Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu, katakanlah engkau akan didengar, mintalah engkau akan diberi, mintalah keringanan engkau akan diberi keringanan.’ Maka aku menghiba ‘Wahai tuhanku, umatku-umatku.’ Allah menjawab, ‘Berangkat dan keluarkanlah dari neraka siapa saja yang dalam hatinya masih terdapat sebiji gandum keimanan.’ Maka aku mendatangi mereka hingga aku pun memberinya syafaat.” (HR. Bukhari)

Begitu besar rasa cinta Rasulullah ﷺ kepada umatnya. Lalu bagaimanakah dengan kita selaku ummatnya? Apakah cinta kita benar-benar tulus kepada beliau? Ataukah cinta kita hanya sebatas diujung lisan saja? Karena cinta itu butuh pembuktian untuk mengetahui seberapa tulus cinta kita kepada Baginda ﷺ.

Bagaimana cara membuktikan cinta kepada Rasulullah  ?

Pada dasarnya kecintaan kepada Rasulullah ﷺ termasuk dari amalan amalan hati. Namun seseorang dapat membedakan mana cinta yang benar-benar tulus dan mana cinta yang hanya sekedar dilisan saja. Karena hakekatnya cinta itu butuh pembuktian. Sebenarnya banyak sekali bentuk bentuk amalan yang menunjukan ketulusan cintanya kepada Rasulullah ﷺ, setidaknya kami merangkumnya menjadi 3 bukti ketulusan cinta kepada Nabi Muhammad ﷺ .

  1. Mutaba’ah

Diantara tanda-tanda ketulusan dan bukti cinta seseorang adalah mengikuti siapa yang dia cintai. Sebagaimana Allah berfirman :

قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي

“katakanlah (Muhammad),”jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai mu dan mengampuni dosa-dosamu.” (QS. Ali Imran ;31)

Maka tidak benar pengakuan seseorang bahwa ia mencintai Allah sampai ia  benar-benar mengikuti Nabi ﷺ .  sebagaimana Ibnu Katsir menjelaskan bahwa  pengakuan seseorang tentang cinta kepada Allah itu palsu , manakala dia berada diatas tuntunan selain Nabi Muhammad ﷺ sampai ia mau mengikuti syariat dan sunnah yang dibawanya. (Tafsir Al-Qur’an Al-Adhim, Ibnu Katsir, 2/32)

Hal ini dikuatkan oleh pernyataan dari Al-Qadhi ‘Iyadh bahwa barangsiapa yang mencintai sesuatu maka dia pasti akan memuliakan dan lebih mengutamakannya. Karena jika tidak demikian, itu sebenarnya hanyalah klaim belaka. Cinta yang tulus kepada Nabi Muhammad ﷺ akan Nampak dari tanda-tandanya, diantaranya adalah meneladaninya, mengamalkan sunah-sunahnya, mengikuti perkataan dan perbuatannya, mengerjakan perintahnya, menjauhi laranganya, beretika sesuai dengan adab-adabnya. (Mahabbatu Ar-Rasul Baina Al-Itba’ wa Al-Ibtida’, Abdurrauf, 67)

seorang penyair pernah berkata;

إن المحب لمن يحب مطيع

“Sesungguhnya orang yang mencintai terhadap orang yang dicintainya akan taat kepadanya.” ( Kaifa Nuhibbu Rasulullah, Yahya bin Muhammad Al-Azhari, 37)

Adalah sahabat Ibnu Umar yang selalu memperhatikan dimana Rasulullah ﷺ shalat disuatu tempat, lalu ia pun shalat ditempat Rasul ﷺ shalat. Pada akhirnya kebiasaan ini diikuti oleh anaknya Salim bin Abdullah.

Musa bin ‘Uqbah berkata:”Aku melihat Salim bin ‘Abdullah memilih tempat di suatu jalan lalu melaksanakan shalat di tempat tersebut. Dan dia menceritakan bahwa Bapaknya pernah shalat di tempat itu, dan bapaknya pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga shalat di tempat itu.” (HR. Bukhari) Ini adalah gambaran contoh mutaba’ah para sahabat kepada Nabi Muhammad ﷺ.

  • Ghirah

Ghirah yang dimaksud disini adalah kecemburuan yang melahirkan sikap pembelaan kepada sesuatu yang dicintainya. Cemburu tidak selalu bermakna negative, bahkan terkadang bermakna positif. Karena kecemburuan itu lahir dari sifat cinta. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyah;

فالغيرة له: أن يكره ما يكرهُ ويغار إذا عُصي محبوبُه، وانْتُهِك حقُّه، وضُيِّع أمرُه، فهذه غيرة المحب حقًّا، والدِّينُ كلُّه تحت هذه الغيرة

“Ghirah adalah engkau membenci apa yang dia benci dan merasa cemburu apabila sang kekasih dilanggar atau dirusak haknya atau diabaikan perintahnya, ini sebenarnya adalah kecemburuan orang yang mencintai secara sejati, dan agama ini didasari oleh rasa ghirah.” (Raudhatul Muhibin, Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, 385)

قال سعد بن عبادة لو رأيت رجلا مع امرأتي لضربته بالسيف غير مصفح فبلغ ذلك النبي صلى الله عليه وسلم فقال أتعجبون من غيرة سعد لأنا أغير منه والله أغير مني

Sa’d bin Ubadah mengatakan: ‘Kalau kulihat ada seorang laki-laki bersama isteriku niscaya kusabet dengan pedang tepat dengan mata besinya. Berita ini sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga Nabi bertanya: “Apakah kalian merasa heran dari kecemburan Sa’d, sungguh aku lebih cemburu daripadanya, dan Allah lebih cemburu daripadaku.” (HR. Bukhari)

Apabila kecemburuan terhadap Allah dan Rasul-Nya  ini telah hilang dari hati seseorang, maka cintanya menjadi hambar. Sehingga ungkapan bahwa dia mencintai hanya sekedar klaim belaka. Bagaimana mungkin dia melihat ada seseorang yang akan melecehkan kehormatan kekasihnya, menyakitinya, merendahkan haknya, meremehkan perintahnya sedangkan dia hanya berpangku tangan dan tidak cemburu dan membelanya.

Demikian pula dengan seorang hamba yang menyatakan cintanya kepada Allah, sedangkan dia tidak bergeming ketika Batasan-batasan Allah diterjang atau hak-hak Allah di sia-siakan, bagaimana mungkin dikatakan bahwa cintanya adalah cinta yang tulus.

Ghirah inilah yang menjadi dasar  dan pokok dari Jihad, amar makruf, dan Nahi mungkar. Maka apabila ghirah ini hilang dari hati seorang hamba, maka dia tidak akan berjihad, amar makruf dan nahi mungkar.( Kaifa Nuhibbu Rasulullah, Yahya bin Muhammad Al-Azhari, 142)

  • Pengorbanan

Diantara bukti ketulusan cinta selanjutnya adalah pengorbanan. Cinta itu menuntut pengorbanan. Pengorbanan dalam arti yang luas. Maka setiap orang yang mencintai pasti akan berjuang serta berusaha keras untuk mendapatkan ridha orang yang dicnitainya, apapun ia akan usahakan baik dari tenaga maupun hartanya demi mengejar ridhanya.

Ketahuilah  bahwa  kecintaan para sahabat kepada Rasulullah ﷺ adalah  derajat kecintaan yang paling tinggi, sehingga mereka mati-matian untuk berjuang dengan harta, bahkan nyawa mereka sekaligus, mereka persembahkan untuk berkorban dan taat kepada Rasulullah ﷺ .

أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم أن نتصدق فوافق ذلك عندي مالا فقلت اليوم أسبق أبا بكر إن سبقته يوما قال فجئت بنصف مالي فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم ما أبقيت لأهلك قلت مثله وأتى أبو بكر بكل ما عنده فقال يا أبا بكر ما أبقيت لأهلك قال أبقيت لهم الله ورسوله قلت والله لا أسبقه إلى شيء أبدا

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kami untuk bersedekah, bertepatan dengan itu, aku mempunyai harta, aku berkata (dalam hati): “pada hari ini, aku lebih unggul dari pada Abu Bakar, jika aku lebih dulu, Umar berkata: lalu aku datang dengan setengah dari hartaku.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apa yang kamu sisakan buat keluargamu?”, jawabku: “Sepertinya itu.” Lalu Abu Bakar datang dengan membawa seluruh yang ia punyai. beliau bertanya: “Apa yang kamu sisakan buat keluargamu?” Dia menjawab: “Aku sisakan untuk mereka Allah dan Rasul-Nya.” Maka aku berkata: “Demi Allah. aku tidak pernah bisa mengunggulinya terhadap sesuatupun selamanya.”(HR. Tirmidzi)

Hal ini dikuatkan dengan keterangan dari Al-Qadhi. Beliau berkata;

 وَمن محبته: نصْرَة سنته، والذب عَن شَرِيعَته، وتمني حُضُور حَيَاته، فيبذل نَفسه وَمَاله دونه، وَبِهَذَا يتَبَيَّن أَن حَقِيقَة الْإِيمَان لَا تتمّ إلَاّ بِهِ

“Diantara bukti kecintaan kepada Rasulullah  adalah menolong sunahnya, membela syariatnya, mendambakan hadir membersamainya, maka dia akan berjuang dengan jiwa, harta serta apapun itu. Maka jelaslah bahwa hakikat keimanan seseorang tidak akan sempurna kecuali dengan semua hal ini. (Umdah Al-Qari Syarah Shahih Al-Bukhari, Badruddin Al-Aini, 1/144)

Ketulusan cinta kita kepada Nabi Muhammad ﷺ itu bukan hanya sebatas lisan saja, tapi lebih dari itu harus dibuktikan dengan perilaku dan sikap kita selama hidup kita. Pembuktian cinta tersebut dengan mengikuti sunahnya, memiliki ghirah, serta mengorbankan apa yang kita miliki dalam arti yang luas. Jadi, bukti cinta kita kepada Nabi tidak berbatas waktu dan tidak sempit hanya dengan kata-kata, tapi tercermin dari sikap dan amal kita selama hidup ini, sampai Allah panggil kita untuk menghadap-Nya.  Semoga kita termasuk dari umatnya yang tulus dalam mencintai beliau serta selalu berusaha meneladani dan memperjuangkan Risalahnya. Semoga dengan usaha ini, kita mendapat syafaat dari Nabi Muhammad ﷺ dihari tidak ada syafaat kecuali atas izin-Nya. Amin ya Rabbal Alamin…..

Download PDF

الحمد الله رب العالمين

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *