Berdusta Atas Nama Rasul (Serial Kajian Kitab Al Lu’lu wal Marjan 01)

Berdusta Atas Nama Rasul

(Serial Kajian Kitab Al Lu’lu wal Marjan 01)

Oleh: Ust. Zaid Royani, S.Pd.I

Syaikh Muhammad Fuad Abdul Baqi menjadikan tema berdusta atas nama Rasulullah sebagai muqoddimah kitab beliau. Hal ini bertujuan untuk mengingatkan kaum muslimin tentang metode yang benar dalam mempelajari Islam (manhaju at talaqqiy wal istidlal). Karena belajar itu penting namun cara belajar lebih penting.

Salah satu cara agar pemahaman terhadap Islam benar tidak menyimpang adalah dengan bersandar pada dalil-dalil shahih selain itu juga harus benar dalam memahami dalil. Tanpa keduanya maka ilmu dan amal seseorang akan rusak, terutama dalam masalah pokok-pokok agama maka harus dibangun di atas dalil-dalil shahih.

Memperhatikan dalil yang shahih termasuk cara menjaga kemurnian syariat Islam. Karena kemurnian ajaran Islam ini terjaga karena kaum muslimin menjaga sanad hadits.

Ibnu Mubarok rahimahullah berkata:

الإِسْنَادُ مِنَ الدِّيْنِ وَلَوْلاَ الإِسْنَادُ لَقَالَ مَنْ شَاءَ مَا شَاءَ

“Menjaga sanad termasuk ajaran agama, tanpa terjaganya sanad maka setiap orang akan berkata sesuka hatinya.”

Bentuk-bentuk dusta

Sebelum menjelaskan makna berdusta atas nama Rasulullah, terlebih dahulu kita jelaskan pembagian dusta. Secara umum berdusta termasuk perkara yang diharamkan oleh Allah. Tingkatan dosa dusta itu sesuai dengan objek yang menjadi perbuatan dosanya, sekaligus terdapat tiga bentuk dusta.

Pertama, dusta kepada Allah.

Ini adalah jenis dusta yang dosanya paling besar. Sekaligus menjadi dusta yang paling keji. Diantara macam dusta kepada Allah adalah:

Pertama, Menjadikan sesembahan selain Allah. Allah Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya perumpamaan (penciptaan) Isa bagi Allah, seperti (penciptaan) Adam. Dia menciptakannya dari tanah, kemudian Dia berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu. Kebenaran itu dari Tuhanmu, karena itu janganlah engkau (Muhammad) termasuk orang-orang yang ragu. Siapa yang membantahmu dalam hal ini setelah engkau memperoleh ilmu, katakanlah (Muhammad), “Marilah kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istrimu, kami sendiri dan kamu juga, kemudian marilah kita ber-mubahalah agar laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.” (QS. Ali Imran: 59-61)

Meyakini bahwa Nabi Isa adalah tuhan padahal Allah menyebut beliau sebagai hamba dan utusan-Nya maka ini disebut dengan kedustaan, pelakunya adalah pendusta.

Kedua, Mendustakan apa yang Allah kabarkan dalam Al Qur’an.

Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasannya Rasulullah shallahu’alaihi wasallam bersabda: Allah Ta’ala berfirman

كذبني ابن آدم وما ينبغي له أن يكذبني، وشتمني ابن آدم وما ينبغي له أن يشتمني، فأما تكذيبه إياي فقوله: لن يعيدني كما بدأني. وليس أول الخلق بأهون علي من إعادته، وأما شتمه إياي فقوله: اتخذ الله ولدا. وأنا الله الأحد الصمد لم ألد ولم أولد ولم يكن له كفوا أحد.

“Manusia telah mendustakanku, dan mereka tidak berhak untuk itu, dan mereka mencelaku padahal mereka tidak berhak untuk itu, adapun kedustaannya padaku adalah perkataanya, “Dia tidak akan menciptakankan aku kembali sebagaimana Dia pertama kali menciptakanku (tidak dibangkitkan setelah mati)”, aadpun celaan mereka kepadaku adalah ucapannya, “Allah telah mengambil seorang anak, (padahal) Aku adalah Ahad (Maha Esa) dan Tempat memohon segala sesuatu (al-shomad), Aku tidak beranak dan tidak pula diperankkan, dan tidak ada bagiku satupun yang menyerupai.”  (HR. Bukhari )

Menyakini bahwa Allah tidak punya kuasa untuk menghidupkan manusia kembali di akhriat adalah mendustakan apa yang telah Allah kabarkan dalam Al Qur’an, karena dalam Al Qur’an Allah menjelaskan secara gamblang bahwa manusia akan dibangkitkan pada hari kiamat.

Ketiga, Mengharamkan yang Allah halalkan dan sebaliknya.

Allah Ta’ala berfirman:

“Katakanlah (Muhammad), “Terangkanlah kepadaku tentang rezeki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan sebagiannya halal.” Katakanlah, “Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (ten-tang ini) ataukah kamu mengada-ada atas nama Allah?” Dan apakah dugaan orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah pada hari Kiamat? Sesungguhnya Allah benar-benar mempunyai karunia (yang dilimpahkan) kepada manusia, tetapi kebanyakan mereka tidak bersyukur.” (QS. Yunus: 59-60)

Kedua, dusta kepada Rasulullah.

Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إن كذبا علي ليس ككذب على أحد من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار” رواه البخاري (1229)،

“Berdusta atas namaku tidak seperti berdusta kepada salah seorang di antara kalian, barangsiapa berdusta kepadaku maka silahkan ia mempersiapkan tempat duduknya di neraka.” (HR. Bukhari)

Hadits ini bermakna bahwa berdusta atas nama Rasulullah dosanya lebih besar daripada berdusta kepada manusia.

Ketiga, dusta kepada manusia.

Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

وَإِيَّاكُمْ وَالكَذِبَ فَإِنَّ الكَذِبَ يَهِدِى إِلىَ الفُجُوْرِ وَإِنَّ الفُجُوْرَ يَهْدِي إِلىَ النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيتَحَرَّى الكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كذاباً

Dan jauhilah oleh kalian sifat dusta, karena sesungguhnya dusta itu menunjukkan pelakunya kepada keburukan, dan keburukan itu menunjukkan kepada api Neraka. Seseorang senantiasa berdusta dan berusaha untuk selalu berdusta sehingga ia ditulis disisi Allah sebagai seorang ada pendusta.” (HR. Muslim no. 6586).

Salah satu makna hadits ini adalah dusta kepada sesama manusia. Diantara bentuk dusta kepada manusia adalah sumpah palsu, curang dalam jual-beli dan lainnya.

Bentuk Dusta Kepada Rasulullah

Imam Adz Dzahabi menyebutkan dalam kitab Al Kabair bahwa berdusta atas nama Rasul termasuk dosa besar, bahkan beliau menjadikan dosa ini pada urutan kesembilan dari 76 dosa besar yang ada.

Setidaknya ada dua bentuk berdusta atas nama Rasulullah, yaitu:

Pertama, Membuat hadits maudhu’ (palsu).

Hadits palsu adalah perkataan yang yang dibuat-buat kemudian dinisbatkan kepada Rasulullah. (Taisir Mushthalahul Hadits, Mahmud Ath Thahhan: 89). Ada beberapa alasan yang mendorong seseorang membuat hadits maudhu’, yaitu:

Pertama, motivasi untuk dekat kepada Allah. Membuat-buat hadits palsu untuk motivasi beribadah atau perintatan dari keburukan.

Kedua, Membantu madzhab atau kelompoknya. Membuat-buat hadits palsu untuk menguatkan prinsip kelompoknya, seperti yang dilakukan oleh Syi’ah dengan membuat hadits palsu:

عَلِيُّ خَيْرُ البَشَرِ، مَنْ شَكَّ فِيْهِ كَفَرَ

“Ali adalah sebaik-baik manusia, barangsiapa ragu terhadapnya maka telah kafir.”

Ketiga, Ingin merusak islam. Membuat-buat hadits palsu untuk merusak ajaran Islam. Seperti perkataan:

أَنَا خَاتِمُ النَّبِيِيِّنَ لاَ نَبِيَّ بَعْدِيْ إِلاَّ أَنْ يَشَاءَ اللهُ

“Aku adalah penutup para Nabi, tidak ada Nabi setelahku, kecuali jika Allah menghendaki.”

Keempat, Mengambil hati orang.   Kelima, mencari keuntungan materi.  Keenam, mencari polularitas. (Taisir Mushthalahul Hadits, Mahmud Ath Thahhan: 91)

Kedua, berbuat bid’ah.

Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)

Perbuatan bid’ah bisa terjadi dalam perkara aqidah ataupun ibadah. Sedangkan alasan perbuatan ini termasuk bagian dari dusta atas nama Rasulullah adalah karena pelakunya menyandarkan perbuatan itu kepada Rasulullah padahal Rasulullah tidak menganjurkannya.

Ancaman orang yang berdusta terhadap Rasulullah

Ada beberapa ancaman keras terhadap orang yang dusta atas nama Rasulullah. Diantaranya:

Pertama, Masuk neraka. Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لاَ تَكْذِبُوا عَلَيَّ، فَإِنَّهُ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ فَلْيَلِجِ النَّارَ

“Janganlah kalian berdusta atas namaku, karena sesungguhnya siapa yang berdusta atas namaku maka ia akan masuk neraka”. (HR. Bukhari Muslim)

Kedua, Mendapat kursi khusus di neraka. Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّار

“Barangsiapa yang berdusta tentang aku dengan sengaja, maka siapkanlah tempat duduknya dari api neraka”. (HR. Bukhari)

Ketiga, Dibangunkan rumah di neraka. Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

من كذب علي بني له بيت في جهنم (رواه أحمد)

“Barangsiapa berdusta atas namaku, kelak ia akan dibangunkan rumah di neraka.” (HR. Ahmad)

Keempat, Menjadi bibit-bibit kemunafikan. Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

“Tanda orang munafik tiga; apabila berkata ia berbohong, apabila berjanji mengingkari, dan bila dipercaya mengkhianati.”  (HR. Bukhari Muslim)

Inilah penjelasan tentang makna, bentuk serta ancaman orang yang berdusta atas nama Rasulullah. Maka, cara agar terhindar dari sifat dusta terhadap Rasulullah adalah memuliakan sunnah. Yaitu dengan mencukupkan diri terhadap sunnah. Mempelajari sunnah dan mengamalkan sunnah. Wallahu a’lam.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *