Bentuk-bentuk Kelembutan Allah
Oleh: Ust. Ibnu Abdil Bari
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ رَبِّي لَطِيفٌ لِمَا يَشَاءُ إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ 100
“Sesungguhnya Rabbku Maha Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Yusuf: 100).
Kata-kata di atas adalah penggalan dari kata-kata yang diucapkan oleh Nabi Yusuf Alaihis salam. Iya, setelah mengalami semua pengalaman –yang dianggap pahit dan menyakitkan bagi sebagian orang, Nabi Yusuf justru punya pandangan lain, yaitu seluruh apa yang beliau alami –dibenci oleh saudara-saudaranya, dijauhkan dari ayahanda yang mencintainya, dilemparkan ke dalam sumur yang gelap gulita seorang diri, diperjual-belikan laksana budak yang murah harganya, mendekam dipenjara tanpa satu kesalahan yang dilakukannya, ialah bentuk dari kelembutan Allah kepadanya.
“Sesungguhnya Rabbku Maha Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Lihatlah! Betapa besar kualitas iman yang dimiliki oleh Nabi Yusuf. Seolah pernyataan ini menggambarkan siapa sejatinya Nabi Yusuf; orang yang senantiasa berbaik sangka dengan apa pun yang ditakdirkan Allah baginya. Karena ia tahu bahwa tidak ada yang dikehendaki oleh Allah bagi hamba-Nya kecuali hanya kebaikan dan kemaslahatan. Kesadaran inilah yang menjadikan seorang hamba mencintai Rabbnya.
Lantas apa makna dan bentuk dari kelembutan Allah kepada hamba-Nya?
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di menjelaskan bahwa kelembutan Allah merupakan bagian dari rahmat. Bahkan ia adalah rahmat yang khusus. Rahmat ini sampai kepada seorang hamba tanpa ia sadari, atau ia tidak mengetahui sebab-sebabnya. Ketika seseorang memohon, “Ya Allah, bersikap lembutlah kepadaku.” Maka itu berarti ia memohon pertolongan(perlindungan) khusus kepada Allah agar Allah berkenan memberikan maslahat terhadap urusan-urusannya dan menghindarkannya dari hal-hal yang dibencinya. Maka, kelembutan Allah ini hanya akan mengantarkan kepada kebaikan dan kemaslahatan semata kepada si hamba.
Lantas, apa bentuk dari kelembutan Allah kepada hamba-Nya. Syaikh As-Sa’di menegaskan hal ini dalam salah satu karyanya. Beliau menjelaskan bahwa di antara bentuk-bentuk kelembutan Allah kepada hamba-Nya ialah:
_Di antara kelembutan Allah kepada hamba-Nya ialah Dia memberikan rahmat kepada si hamba yang memiliki nafsu yang bertabiat mengikuti yang buruk, lalu Dia memberikan taufik kepadanya untuk tidak mengikuti hawa nafsunya, dan memalingkannya dari keburukan dan kekejian, lalu ia meninggalkannya dengan hati yang tenang._
_Di antara kelembutan Allah kepada hamba-Nya ialah Dia menentukan kadar rizki baginya, sesuai dengan pengetahuan-Nya tentang yang bermaslahat baginya, bukan berdasarkan keinginannya. Terkadang ia menginginkan sesuatu tetapi selainnya ada yang lebih bermaslahat. Lalu Dia pun menakdirkan yang lebih bermaslahat tersebut, sekalipun ia tidak menyukainya. Ini adalah bentuk kelembutan, kebajikan dan kebaikan dari Allah. Allah berfirman, “Allah Maha Lembut terhadap hamba-hamba-Nya; ia memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (Asy-Syura: 19)._
_Di antara kelembutan Allah kepada hamba-Nya ialah Dia menjadikan si hamba mampu mengecap manisnya sebagian ketaatan, lalu ia tertarik dan terdorong untuk melakukan ketaatan yang lebih agung dan lebih tinggi darinya._
_Di antara kelembutan Allah kepada hamba-Nya ialah Allah menakdirkan ia berada di tengah bimbingan orang-orang yang shalih, berilmu dan beriman; dan berada di tengah-tengah orang-orang yang gemar berbuat kebajikan; agar ia bisa belajar dari mereka, dan akhirnya tumbuh dalam keshalihan. Sebagaimana yang Dia karuniakan kepada Maryam dalam firman-Nya, “Maka Rabbnya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakaria pemeliharanya.” Al-Imran: 37)._
_Termasuk bentuk kelembutan Allah ialah jika seseorang tumbuh di antara orang-tua yang shalih, berkerabatkan orang-orang yang bertakwa, atau berada dalam komunitas yang shalih, atau Allah memberikan taufik kepadanya untuk berteman dan berinteraksi dengan orang-orang yang shalih, atau mendapatkan pendidikan langsung dari ulama-ulama Rabbani. Termasuk kelembutan Allah ialah jika Dia menakdirkan hambanya memiliki guru-guru dari golongan ahlus sunah dan orang-orang yang bertakwa. Ini adalah bentuk kelembutan dari-Nya Ta’ala._
_Di antara kelembutan Allah kepada hamba-Nya ialah Allah menjadikan rizki si hamba adalah rizki yang halal dalam kerehatan (tanpa susah payah) dan qanaah. Maksudnya tercapai, tanpa menyibukkannya dari tujuan ia diciptakan; beribadah, berilmu dan beramal. Bahkan Allah menolong dan memfokuskannya untuk melakukan tujuan penciptaannya. Oleh karenanya, terkadang, ketika jiwa seorang hamba terdorong untuk melakukan sebab-sebab duniawi yang dianggapnya akan mengantar kepada tujuannya, sedang Allah Mahatahu bahwa itu akan membahayakan –hamba-Nya, Allah menghalanginya. Si hamba membenci hal itu, dan ia tidak tahu bahwa sejatinya Allah telah bersikap lembut kepadanya._
_Di antara kelembutan Allah kepada hamba-hamba yang menjadi da’I ialah Allah mencurahkan orang-orang yang mendapatkan hidayah karena sebab dakwahnya, dan mereka menerima bimbingannya sehingga ia mendapatkan kebaikan dan pahala yang berlipat-lipat, yang ini tidak bisa didapatkan hanya dengan amalnya semata, tetapi ia disyaratkan dengan sebab luar._
_Di antara kelembutan Allah kepada hamba-Nya ialah Allah memberikan –anak, harta dan pasangan- kepada si hamba, yang menjadi penyejuk hatinya di dunia, tetapi kemudian Allah menguji dengan mengambil sebagian ‘titipan’-Nya tersebut,dan memberikan ganti dengan pahala yang besar jika ia bersabar dan mengharap pahala-Nya. Jadi, nikmat Allah dari diambilnya ‘titipan’-Nya itu lebih besar daripada keberadaan titipan tersebut. Ini adalah kebaikan dan pahala yang berada di luar kemampuan si hamba. Ini adalah kelembutan Allah kepadanya._
_Di antara kelembutan Allah kepada hamba-Nya –yang kuat- ialah Dia menguji dengan sebagian musibah, lalu Dia memberikan taufik kepadanya untuk bersabar, sehingga ia mendapatkan derajat yang tinggi, yang tidak bisa didapatkan dengan amalnya. Begitu pula, di antara kelembutan Allah kepada hamba-Nya –yang lemah- ialah Dia menyelamatkannya dari sebab-sebab ujian yang bisa melemahkan imannya dan mengurangi keyakinannya. Maka Mahasuci Allah, Dzat Yang Maha Lembut, baik dalam bala’ maupun kesehatan yang ditakdirkan oleh-Nya._
_Di antara kelembutan Allah kepada hamba-Nya ialah Dia mempermudahkannya untuk menempuh jalan terdekat yang bisa mengantarkan kepada kesempurnaan dirinya, padahal ada jalan-jalan lain yang membuatnya jauh darinya. Allah memudahkan ia untuk belajar dari buku atau guru yang membuatnya lebih dekat kepada kesempurnaan dirinya. Begitu pula jika Dia memudahkannya untuk melakukan ibadah, dan tidak ada halangan untuk mengerjakan apa yang bermanfaat bagi dirinya. Ini sebentuk kelembutan Allah kepadanya._
_Di antara kelembutan Allah kepada hamba-Nya ialah Allah menjadikan maksiat yang diujikan kepadanya sebagai sebab rahmat-Nya. Karena kemaksiatan tersebut menjadi faktor ia mengetuk pintu taubat dan ketundukan kepada Rabb-nya. Ia mengecilkan dan merendahkan dirinya, serta mengenyahkan sifat ujub dan kesombongan dari hatinya, yang ini lebih baik baginya daripada ketaatan yang banyak._
_Di antara kelembutan Allah kepada hamba-Nya ialah Allah memberikan pahala terhadap amal-amal yang tidak dilakukannya, tetapi sudah ia niatkan. Ia berazam untuk melakukan satu ketaatan, tetapi karena satu sebab ia tidak mengerjakannya, maka dengan azzam tersebut, ia mendapatkan pahalanya. Lihatlah bagaimana kelembutan Allah kepadanya! Yang lebih lembut dari itu ialah Allah menakdirkan ketaatan lain yang lebih diridhai Allah, yang tidak ia azzamkan. Sehingga ia mendapatkan pahala dari ketaatan kedua dengan perbuatan, dan pahala dari ketaatan pertama dengan niat._
_Yang lebih lembut lagi daripada itu ialah Dia menakdirkan dan menguji hamba-Nya dengan adanya sebab-sebab maksiat, dan memperbanyak pendorong-pendorongnya, tetapi Allah Ta’ala Maha Tahu bahwa si hamba tidak akan melakukannya, agar ketika ia meninggalkan kemaksiatan yang dipenuhi dengan sebab dan pendorong, ia telah melakukan ketaatan yang paling besar. Sebagaimana kelembutan Allah kepada Yusuf Alaihis salam ketika digoda oleh istri Al-Aziz._
_Di antara kelembutan Allah kepada hamba-Nya ialah Dia menjadikan harta si hamba menjadi ladang pahala tanpa ia sadari. Seperti orang yang menanam pohon atau tanaman, lalu diambil-dimakan oleh makhluk yang bernyawa, lalu Allah memberikan pahala kepada pemiliknya tanpa ia ketahui! Terlebih jika ia memiliki niat yang baik, dan melakukan akad dengan Rabbnya bahwa jika ada makhluk yang mendapatkan manfaat dari harta yang dimilikinya, maka aku memohon kepada-Mu ya Rabb agar Engkau memberikan pahala kepadaku dan mendekatkan diriku kepada-Mu. Maka, apapun harta yang dimilikinya bermanfaat, maka ia mendapatkan pahalanya. Kendaraan, tempat tinggal, makanan, mata air yang diminum, buku yang bermanfaat, mushaf yang dibaca, ia mendapatkan bagian dari pahalanya. Allah pemilik keutamaan yang agung._
Adakah kita merasakan kelembutan-kelembutan Allah pada diri kita? Ya Allah, alangkah besarnya kebaikan yang Engkau inginkan bagi hamba-hamba-Mu, dan betapa tidak ada yang Engkau kehendaki bagi mereka kecuali kebaikan semata, sekalipun sebagian dari mereka tidak menyadarinya. ‘Afwaka ya Rabb….,
Sumber: channel telegram kami di: https://t.me/liyaddabbaru
Referensi:
1. Al-Mawahib Ar-Rabbaniyah minal Ayat Al-Qur’aniyyah (hal. 119-127, Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, Cet. I, 1432 H/20113 M.