Bentuk-Bentuk Ikut Serta Merayakan Hari Raya Orang Kafir

Bentuk-Bentuk Ikut Serta Merayakan Hari Raya Orang Kafir

Hukum ikut serta merayakan hari raya orang kafir telah gamblang dijelaskan dalam Al-Qur’an dan As Sunnah.

Allah ta’ala  berfirman:

وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا

“Dan orang-orang yang tidak menyaksikan kebohongan, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. (QS. Al-Furqan: 72)

Para ulama tabi’in menjelaskan makna kalimat “Dan orang-orang yang tidak menyaksikan kebohongan…” adalah tidak menyaksikan atau menghadiri hari raya orang Musyrik, ini adalah tafsiran Muhammad bin Sirin, Mujahid, Rabi’ bin Anas, Ikrimah dan lainnya.

Begitupula Ibnu Taimiyah rahimahullah menguatkan pendapat para ulama tabi’in di atas bahwa makna Laa Yasyhaduuna Zuur adalah menghadiri hari raya orang musyrik, meskipun ada ulama lain yang memberikan penafsiran berbeda namun masih satu jenis perbuatan. Adapun jika diartikan memberikan persaksian palsu maka akan jauh dari maknanya, sebab jika maknanya memberikan kesaksian palsu maka lafadznya adalah (لَا يَشْهَدُونَ بالزُّورِ). Arti ayat di atas lebih dekat dengan perkataan orang-orang Arab sebagaimana Umar bin Khattab:

الغَنِيْمَةُ لِمَنْ شَهِدَ الوِقْعَةَ.

“Ghanimah hanya diberikan kepada orang yang menyaksikan kejadian (pertempuran).”

Maka beliau mengatakan kalau saja Allah melarang hamba-Nya untuk sekedar menyaksikan dan menghadiri hari raya orang musyrik, bagaimana dengan ikut serta dan menyetujui perayaan tersebut?.

Begitupula dalam sebuah riwayat dari sahabat Anas bin Malik radhyallahu ‘anhu ia berkata: Ketika Rasulullah ke Madinah, beliau mendapati para sahabat memiliki dua hari spesial yang digunakan untuk bermain-main. Maka beliau bertanya: “Apakah nama dua hari ini?” para sahabat menjawab:  Ini adalah dua hari yang kami gunakan untuk bermain-main di masa jahiliyah.  Maka Rasulullah bersabda: “Sungguh Allah telah mengantikan keduanya dengan yang lebih baik dari keduanya; ‘Ied Adha dan ‘Ied Fitri.” (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)

Ibnu Taimiyah rahimallah menjelaskan bahwa adanya pengganti menunjukkan harusnya meninggalkan sesuatu yang digantikan. Tidak boleh tetap melestarikan sesuatu yang terganti bersama sesuatu yang mengantikan.

Dari kedua dalil di atas dapat kita simpulkan bahwa orang muslim dilarang untuk menghadiri atau menyaksikan hari raya orang-orang kafir atau musyrik. Terlebih jika ikut serta atau mendukung perayaan tersebut.

Ketika telah jelas hukum menghadiri atau ikut serta dalam perayaan hari raya orang kafir, maka melakukan berbagai bentuk yang menyerupai keikut sertaan dalam perayaan mereka pun dilarang. Di antaranya adalah:

 

Memberi ucapan selamat atas hari raya mereka.

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah ketika ditanya tentang hukum mengucapkan selamat Natal yang merupakan hari raya agam Nashrani beliau menjawab”

“Memberi ucapan Selamat Natal atau mengucapkan selamat dalam hari raya mereka (dalam agama) yang lainnya pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan (ijma’) para ulama sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya ‘Ahkamu Ahlidz Dzimmah’. Beliau rahimahullah mengatakan,

“Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.” Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.” (Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin, 3/28-29, no. 404.)

 

Menggunakan atribut hari raya mereka

Menggunakan atribut hari raya orang kafir juga termasuk dalam ikut serta dalam perayaan mereka. Sebab itu termasuk bentuk tasyabbuh yang nyata kepada mereka. Seperti menggunakan topi, baju khas mereka.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,

“Menyerupai orang kafir dalam sebagian hari raya mereka bisa menyebabkan hati mereka merasa senang atas kebatilan yang mereka lakukan. Bisa jadi hal itu akan mendatangkan keuntungan pada mereka karena ini berarti memberi kesempatan pada mereka untuk menghinakan kaum muslimin.” (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Iqtidho’ Ash Shirothil Mustaqim)

 

Membantu Melancarkan Acara Hari Raya Mereka

Bentuk membantu melancarkan acara hari raya orang kafir sangat banyak seperti menyediakan makanan dan minuman, menyediakan tempat, menjaga keamanan, menyediakan fasilitas dan lainnya meski dengan akan sewa atau jual beli hukumnya adalah dilarang.

Allah ta’ala berfirman,

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al Maidah: 2)

Ketua Al Lajnah Ad Da’imah : Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz memberikan fatwa :

Tidak boleh bagi kita bekerjasama dengan orang-orang Nashrani dalam melaksanakan hari raya mereka, walaupun ada sebagian orang yang dikatakan berilmu melakukan semacam ini. Hal ini diharamkan karena dapat membuat mereka semakin bangga dengan jumlah mereka yang banyak. Di samping itu pula, hal ini  termasuk bentuk tolong menolong dalam berbuat dosa. (Fatwa berikut adalah fatwa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi)  no. 8848.)

 

Saling Tukar Hadiah Saat Hari Raya Mereka

Memberi atau menerima hadiah saat hari raya orang kafir pun dilarang dalam Islam.

Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh rahimahullah pernah menuliskan surat kepada Menteri Perdagangan Kerajaan Saudi Arabia. Isinya sebagai berikut:

Assalamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh,

Diceritakan pada saya bahwa sebagian pedagang pada penghujung tahun lalu (tahun Masehi) menghadirkan hadiah khusus berkaitan dengan perayaan Natal. Di antara hadiah yang didatangkan adalah hadiah pohon natal. Akhirnya, sebagian warga membelinya dan menghadiahkannya pada non-muslim Kristen yang bermukim sementara di negeri ini pada saat hari raya Natal.

Perlu diketahi bahwasanya perbuatan semacam itu perbuatan mungkar. Mereka (para pedagang) tidak boleh melakukan semacam itu. Kami pun tidak ragu lagi bahwa engkau mengetahui hal ini terlarang. Bahkan para ulama telah sepakat bahwa terlarang menolong non-muslim (orang musyrik atau Ahli Kitab) dalam perayaan mereka.

Mohon kiranya engkau bisa memperhatikan bahwa hadiah-hadiah semacam ini terlarang dan perhatikan pula hukum yang berkaitan dengan perayaan non-muslim. (Fatawa Syaikh Muhammad bin Ibrahim, 3: 105)

Inilah beberapa bentuk keikutsertaan kaum muslimin yang jarang diketahui dan disadari, semoga tulisan ini dapat menjadi tadzkirah (peringatan) bagi kita agar tidak terjerumus dalam hal yang dimurkai Allah dan Rasulnya. Sebab ketika telah jelas ilmu kepada kita namun tetap melakukannya maka Allah tidak segan-segan memberi adzab-Nya kepada kita. Wallahu a’lam.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *