Oleh : Syamil Robbani
Susahkah kita tahu bagaimana tatacara berdzikir yang tepat. Diantara yang perlu diperhatikan seorang hamba adalah tidak mengeraskan suaranya Ketika berdzikir. Karena diantara adab-adab berdzikir adalah merendahkan suaranya. Sebagaimana Allah berfirman :
وَٱذۡكُر رَّبَّكَ فِي نَفۡسِكَ تَضَرُّعٗا وَخِيفَةٗ وَدُونَ ٱلۡجَهۡرِ مِنَ ٱلۡقَوۡلِ بِٱلۡغُدُوِّ وَٱلۡأٓصَالِ وَلَا تَكُن مِّنَ ٱلۡغَٰفِلِينَ
Dan ingatlah Tuhanmu dalam hatimu dengan rendah hati dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, pada waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lengah.” (QS. Al-A’raf;205)
Dari ayat diatas mengandung perintah untuk berdzikir kepada Allah sekaligus menunjukan larangan untuk lalai dari mengingat-Nya. Muhammad Jamaludin Al-Qasimi dalam kitabnya “Mahasin At-Ta’wil” merumuskan serta menyimpulkan dari ayat ini berupa etika-etika dalam berdzikir.
Diantaranya adalah :
1.Hendaknya berdzikir dilakukan dengan sembunyi-sembunyi
Karena dzikir yang dilakukan dengan sembunyi-sembunyi atau dalam Bahasa lain merahasiakan dzikirnya itu lebih mendekatkan kepada keikhlasan, menjauhkan dari riya’, dan lebih diharapkan untuk dikabulkan. Karena maksud dari berdzikir adalah melupakan segala yang menyibukkan diri dari mengingat Allah.[ Muhammad Tsanaullah, Tafsîr Al-Mudzhari, (Pakista; Maktabah Rusydiyyah, 1412H) jld. 3, hlm. 454]
2.Hendaknya berdzikir disertai dengan rasa rendah diri (tunduk)
Yaitu berdzikir dengan tunduk disertai rasa merendahkan diri dihadapan Allah dan mengakui segala bentuk kealpaan dan kelalaian.[ Markas Tafsir, Mausûah At-Tafsîr Al-Maudhûi’, (Riyadh; Markaz Tafsir, 2019M) hlm. 90]
3.Hendaklah berdzikir disertai dengan rasa takut (khauf)
Sayyid Qutub menjelaskan bahwa ayat diatas memerintahkan untuk berdzikir, akan tetapi bukan hanya sekedar berdzikir dengan mulut atau lisan saja. Tapi disertai dengan dzikirnya hati. Karena apabila dia berdzikir tapi tidak menggetarkan hati, tidak menghidupkan jiwa, dan tidak disertai dengan rasa tunduk dan rasa takut kepada Allah maka sejatinya itu bukan dzikir. Bahkan terkadang yang demikian itu termasuk dari buruknya adab kepada Allah. Idealnya dzikir dilakukan dengan menghadap Allah dengan rasa tunduk dan merendah dihadapan Allah serta berusaha untuk menghadirkan rasa takut dan takwa.[ Sayyid Qutub, Fî Dzilâlil Qur’ân, jld. 3, hlm. 1426, Markas Tafsir, Mausûah At-Tafsîr Al-Maudhûi’, (Riyadh; Markaz Tafsir, 2019M) hlm. 88]
4.Hendaknya berdzikir dengan suara lirih
Ibnu katsier dalam tafsirnya memberikan keterangan bahwa dianjurkan dalam berdzikir dilakukan dengan suara yang lirih.[ Ibnu Katsir, Tafsîr Al-Qur’ân Al-Adhîm, (Daruth Thayyibah, 1999M) jld.3, hlm. 539.] Ini berdasarkan sabda Nabi ﷺ yang dibawakan oleh sahabat Abu Musa Al-Asyari:
كنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم فكنا إذا أشرفنا على واد هللنا وكبرنا ارتفعت أصواتنا فقال النبي صلى الله عليه وسلم يا أيها الناس اربعوا على أنفسكم فإنكم لا تدعون أصم ولا غائبا إنه معكم إنه سميع قريب تبارك اسمه وتعالى جده
“Kami pernah bepergian bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan apabila menaiki bukit kami bertalbiyah dan bertakbir dengan suara yang keras. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Wahai sekalian manusia, rendahkanlah diri kalian karena kalian tidak menyeru kepada Dzat yang tuli dan juga bukan Dzat yang jauh. Dia selalu bersama kalian dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Dekat. Maha suci nama-Nya dan Maha Tinggi kebesaran-Nya”. (HR. Bukhari)
5.Berdzikir dilakukan pada pagi dan petang
Secara umum berdzikir dilakukan disetiap waktu dan keadaan. Akan tetapi ada dua waktu dimana kita diperintahkan untuk berdzikir pada waktu tersebut, karena keistimewaan pada waktu tersebut.
Muhammad Ali Thaha dalam tafsirnya menjelaskan mengapa perintah berdzikir dikhususkan pada dua waktu ini yaitu pagi dan petang. Ini disebabkan karena manusia pada waktu pagi itu bangun dari tidurnya dan tidur adalah saudaranya kematian. Maka dianjurkan untuk memulai harinya dengan amal shalih yaitu berdzikir.
Adapun pada petang hari dianjurkan pula untuk berdzikir, disebabkan waktu tersebut adalah waktu dimana manusia akan memasuki waktu tidur dan tidur adalah saudaranya kematian. Maka dianjurkan untuk memasuki waktu itu dengan berdzikir. Karena jika seandainya dia tidak bangun dari tidurnya maka ia meninggal dalam keadaan berdzikir kepada Allah.[ Muhammad Ali Thaha, TafsîrAl-Qur’ân Al-Karîm wa I’râbuhu wa bayânuhu, (Damaskus; Dar Ibnu Katsir,2009M) jld. 3, hlm. 699]
6.Larangan untuk lalai dari berdzikir
Allah melarang hambanya dari lalai terhadap mengingat-Nya dalam firman-Nya, وَلَا تَكُن مِّنَ ٱلۡغَٰفِلِينَ “janganlah kamu termasuk orang-orang yang lengah” . Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir munir menuturkan bahwa dalam potongan ayat tersebut terdapat penekanan dari perintah berdzikir serta larangan dari lalai untuk mengingat-Nya. Maka wajib untuk menjaga hubungan hati hamba dengan Allah dengan berdzikir.[ Wahbah Az-Zuhaili, At-Tafsîr Al-Munîr, (Damaskus; Darul Fikr, 1991M) jld. 9, hlm. 231]