Oleh Burhan Sodiq
Seorang akhwat muslimah duduk termenung di pojok ruang kostnya. Di tangannya tergenggam segepok proposal kegiatan yang masih gress baru saja dicetak. Pandangannya menerawang jauh ke luar jendela, merinci bayang dan angan yang tak kunjung selesai ia cerna. Hatinya gelisah, proposal kegiatan yang ia susun ternyata berhenti pada kebingungan siapa yang akan mengeksekusinya. Ia tengok kiri dan kanan tak ada muslimah yang cukup bisa ia andalkan. Mbak itu sudah sibbuk dengan skripsinya, mbak yang itu sudah mau menikah, mbak yang satunya lagi sudah pulang kampung dan tidak jelas kapan kembalinya, mbak yang satunya lagi tidak pernah menanyakan kondisi dakwah dan sibuk dengan lembaga privatnya. Hmmffppphhh…ia menghela nafas panjang, “Ya Allah masak aku kudu sendirian sih?”
Menemukan sosok muslimah yang handal dalam dakwah memeng tidak mudah. Banyak saja alasan yang muncul dari lisan-lisan mungil mereka. Beberapa di antaranya ada;ah alasan yang memang benar adanya, tapi sebagian besar yang lain hanyalah alasan yang mengada-ada. “Jangan berikan pekerjaan pada orang yang bilang saya sedang sibuk. Karena pada hakekatnya mereka tidak sesibuk yang mereka katakan.” Itulah nasehat yang masih saya ingat. Tapi berikanlah pekerjaan atau amanah dakwah kepada mereka yang memang sudah nampak di depan mata sibuk dengan aktivitas seabrek, karena sesibuk apapun dia, akan ada waktu yang ia luangkan untuk kepentingan amanah dakwah ini.
Bahu kita tidak diciptakan hanya untuk menyandarkan badan di kasur yang berpegas. Mengisi hari-hari dengan ocehan tak bermakna dan aktivitas pemuas selera. Kita adalah generasi perubah yang dikader untuk menjadi manusia-manusia cerdas. Kita adalah barisan muslimah yang berani mengambil resiko mewakafkan hidup kita untuk dakwah Islam. Sungguh! cucuran darah, keringat dan air mata di jalan ini lebih kita cintai daripada setumpuk nikmat dunia yang melenakan.
Bagaimana Menjadi Agen Perubah yang Handal
Muslimah sangat diharapkan untuk menjadi seorang da’i yang berperan aktif di masayarakat. Menjadi perintis, pelopor atau istilah kerennya ‘Agen Perubah’ yang sangat militan, terpilih dan tahan uji dalam masyarakat. Oleh karena itu seorang muslimah dituntut memiliki beberapa karakter antara lain:
1. Selalu berpikir positif dan pede (percaya diri)
Selalu berpikir positif kepada Allah, diri sendiri dan orang lain. Yakinlah bahwa Allah memberi kita semua nikmat dan kemudahan sekaligus kesulitan adalah dalam kerangka sejauhmana kita telah pandai mensyukuri nikmat-Nya dengan memanfaatkannya, tidak saja untuk diri sendiri tapi juga untuk masyarakat luas. Allah menciptakan kita dengan kepribadian, kualitas bakat dan intelektual adalah dengan maksud. Semua itu modal dasar bagi kita untuk berbuat. Termasuk cara pandang kita terhadap orang lain. Pandanglah orang lain dari sisi positifnya dan menerima sisi negatif sebagai pelajaran bagi kita. Dengan selalu ber-‘positif thinking’ seperti ini Insya Allah ‘Pede’ (percaya diri) akan timbul. Ketika dihadapkan sebuah tantangan dakwah, bukan sikap pesimis yang dikedepankan. Bukan sikap apatis kalah yang maju duluan, melainkan sikap pemenang bahwa apapun bisa dihadapi, meski sulit dan melelahkan.
2. Berkepribadian pantang menyerah
Sebagai pelopor dan penggerak, pasti akan menghadapi tantangan, baik dari kalangan keluarga, tetangga, tokoh masyarakat, dan lain-lainnya. Dengan berbagai hambatan tadi kita dituntut selalu bersemangat, tidak loyo, tidak mudah patah semangat. Semakin mantap kita bersikap saat kesulitan menerpa kita menunjukkan sikap hidup yang matang. Keyakinan akan janji dan jaminan Allah akan datangnya kemudahan setelah kesulitan mampu melahirkan kepribadian pantang menyerah. (lihat QS. An Nasyrah : 5-6). Banyakna teror, hasutan, cercaan dan bahkan penggembosan dari ummat Islam sendiri kadang justru lebih banyak kita alami. Penjegalan dari kompetitor dakwah yang selalu merangsang untuk rebutan mad’u adalah hal yang biasa. Tak boleh putus asa, apalagi mundur dan memutuskan untuk pensiun dari jalan dakwah. Tak ada istilah pensiun, dakwah kudu tetap berjalan, meski golok sudah di leher sekalipun.
3. Memulai dari diri sendiri
Menyeru kepada orang akan lebih didengar dan diikuti apabila kitanya telah mengamalkan-nya. Selain masyarakat lebih tergerak karena tauladan kita, Allah pun memerintahkan demikian (lihat QS. Ash Shaff : 4). Mangajak orang lain kepada jalan Islam seperti halnya mengajak orang untuk menaiki tangga bambu. Kita harus naik dulu baru kita akan mengajak mereka naik bersama kita.
4. Memelihara motivasi awal
Segala kesibukan kita menjadi muslimah berguna dan berkarya di masyarakat hendaknya dilandasi dengan niat yang lurus dan bersih. Semata-mata untuk mencari ridho Allah. Bukan untuk mencari penghargaan, sanjungan atau apa saja yang sifatnya duniawi. Akan lebih indah dan bermakna bila niatnya untuk ibadah sehingga kelelahan, kepenatan karena aktifitas itu tidak melahirkan kejenuhan yang berarti yang bahkan bisa-bisa membuat kita menarik diri dari medan dakwah tadi. Dengan motivasi/niat yang teguh segala tantangan apa pun bentuk dan rupanya tidak menyurutkan langkah bahkan semakin memberikan energi bagi ‘si penggerak’.