Dalam mengikrarkan keIslaman, manusia terbagi menjadi tiga model, yaitu:
Pertama: Muslimun Mu’minun
Mereka adalah orang-orang yang telah mengimani dan membenarkan dengan hatinya seluruh rukun Iman yang enam. Tidak mengkufurinya dan tidak meragukan satu rukun pun dari rukun-rukun yang lain, telah mengikrarkan keimanannya dengan lisan serta merealisasikan berbagai macam tuntutannya dalam kehidupan sehari-hari.
Model manusia yang seperti ini bertingkat-tingkat sesuai kualitas dan kuantitas amalnya, sebagaimana firman Allah swt,
“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.” (Fathir : 32)
Kedua: Muslimun Muntasibun
Mereka adalah orang-orang yang mengikrarkan diri masuk Islam, bukan karena dorongan keimanan dari hatinya. Namun, lebih karena sebab-sebab duniawi. Seperti orang yang masuk Islam karena melihat kaumnya berbondong-bondong masuk Islam atau karena menyaksikan Islam mendapatkan kemenangan dari musuh-musuhnya.
Orang-orang seperti ini tidak berdusta dengan keIslamannya sebagaimana orang-orang munafiq. Mereka mau tunduk dengan hukum-hukum Islam tanpa ada rasa berat. Orang seperti inilah yang disebut Allah swt sebagai muslim dan bukan mukmin, Allah swt berfirman :
Orang-orang Arab Badui itu berkata: “Kami telah beriman”. Katakanlah (kepada mereka): “Kamu belum beriman, tetapi katakanlah: “Kami telah tunduk”, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Al Hujurat : 14)
Ayat ini menunjukkan bahwa orang-orang arab badui yang dibicarakan di dalamnya merupakan kaum yang telah masuk Islam. mereka telah berikrar untuk tunduk, taat, dan mengikuti ketetapan Rasulullah saw. Mereka tidak berdusta dalam keIslamannya, sehingga mereka disebut Muslimun dengan perbutan tersebut. Namun, ketika mereka menyangka bahwa ikrar mereka untuk tunduk kepada Islam merupakan keimanan, sehingga mereka mengatakan, “Kami telah beriman”. Allah swt mengingkari keimanan mereka dan berfirman bahwa mereka telah berIslam dan belum berIman,
“Katakanlah (kepada mereka): “Kamu belum beriman, tetapi katakanlah: “Kami telah tunduk”, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu”
Hal ini dikarenakan keIslaman mereka tidak disertai dengan keyakinan yang menancap kuat di dalam hati. Sehingga ketundukan mereka terhadap Islam belum dapat memasukkan mereka ke dalam status orang-orang mukmin.
Lalu Allah swt berfirman yang merupakan kelanjutan dari ayat 14 surat Al Hujurat,
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.” (Al Hujurat : 15)
Orang beriman merupakan orang yang membenarkan Allah swt dan Rasul-Nya saw, di dalam hatinya tidak ada keraguan sedikitpun terhadap semua yang Allah swt perintahkan untuk mengimaninya. Sehingga terlihatlah buah dari pembenaran yang tertancap di dalam hatinya berupa amal-amal sholeh. Maka, ketika Allah swt dan Rasul-Nya memerintahkannya untuk berjihad fisabilillah, dia tidak ragu untuk melaksanakannya, walaupun harus mengorbankan harta dan jiwanya.
Jihad yang mebutuhkan pengorbanan harta dan jiwa, merupakan perangkat khusus yang dibuat Allah swt untuk menguji iman seseorang. Orang yang rela untuk berjihad, mengorbankan harta dan jiwanya merupakan bukti nyata bahwa iman telah menancap di hatinya. Orang-orang yang telah mengikrarkan Islam, namun Iman belum masuk di dalam hatinya, tidak akan merasa berat untuk melaksanakan amalan-amalan regular semacam Shalat, zakat, naik haji, ataupun shaum. Akan tetapi amalan yang mebutuhkan pengorbanan harta bahkan nyawa, tidak akan mungkin sanggup dilakukan oleh orang yang imannya masih tercampuri dengan keraguan. Sehingga orang-orang yang ringan untuk menyambut seuan jihad hanyalah orang-orang yang hatinya telah terpenuhi dengan iman, tidak ada sedikitpun keraguannya kepada Allah swt, Rasulullah saw, dan hari kiamat.
Termasuk golongan Al Muslimun Al Muntasibun adalah orang yang mewarisi Islam dari pendahulunya, namun Iman tidak masuk kedalam hatinya semenjak baligh sampai dia meninggal dunia. Begitu juga al muallafah qulubuhum juga termasuk di dalamnya.
Ketiga: Muslimun Munafiqun
Mereka adalah muslim imitasi yang menampakkan keIslaman dan menyembunyikan kekufuran. Walaupun dhohirnya adalah muslim, namun sejatinya mereka adalah kafir.Tidak terbersit sedikitpun di dalam hatinya untuk membela dan memperjuangkan Islam.Tidak ada motivasi lain yang menggiring dia untuk masuk ke dalam barisan kaum muslimin kecuali tendensi hawa nafsu, keinginan untuk mendapatkan kesenangan dunia, atau mengelabui kaum muslimin dan mengahapkan kehancurannya. Di Akherat mereka akan dimasukkan di dalam neraka yang paling bawah.
Beberapa sebab yang menjadikan seseorang berbuat kemunafikan
- Ketamakan untuk mendapatkan keuntungan duniawi, yang akan didapatkan dengan masuknya seseorang ke dalam Islam dan bergabungnya dia ke dalam barisan kaum muslimin.
- Ketakutan seseorang dengan kemenangan kaum muslimin terhadap musuh-musuhnya. keIslamannya adalah demi menyelamatkan harta yang dimilikinya, karena jika dia tetap dalam kekafirannya, tidak ada jaminan keamanan terhadap hartanya.
- Keinginan untuk menipu, merusak, dan menghancurkan Islam dan kaum muslimin.
Orang-orang yang menampakkan keIslaman dengan model ini, pada hakikatnya mereka adalah kafir. Model kekafirannya merupakan yang paling busuk dan lebih buruk daripada orang kafir yang jelas-jelas menampakkan kekafirannya. Bahaya dan kerusakan yang mereka timbulkan terhadap Islam dan kaum muslimin lebih berbahaya daripada orang-orang kafir yang terang-terangan menampakkan permusuhannya terhadap Islam.
Kosakata nifaq merupakan kata yang belum pernah dikenal bangsa Arab sebelum datangnya Islam, secara garis besar, makna nifaq adalah menampakkan keIslaman dan mengaku beriman dalam rangka mengelabuhi dan menipu orang-orang beriman. Padahal, pada hakekatnya adalah kufur.
Secara bahasa, makna an Nafqu (النفق) adalah lubang di tanah, sebagaimana firman Allah swt,
وَإِنْ كَانَ كَبُرَ عَلَيْكَ إِعْرَاضُهُمْ فَإِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ تَبْتَغِيَ نَفَقًا فِي الأرْضِ أَوْ سُلَّمًا فِي السَّمَاءِ فَتَأْتِيَهُمْ بِآيَةٍ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَمَعَهُمْ عَلَى الْهُدَى فَلا تَكُونَنَّ مِنَ الْجَاهِلِينَ
“Dan jika perpalingan mereka (darimu) terasa amat berat bagimu, maka jika kamu dapat membuat lobang di bumi atau tangga ke langit lalu kamu dapat mendatangkan mukjizat kepada mereka, (maka buatlah). Kalau Allah menghendaki tentu saja Allah menjadikan mereka semua dalam petunjuk, sebab itu janganlah kamu sekali-kali termasuk orang-orang yang jahil.” (Al An’am : 35)
An Naafiqoo’ (النافقاء) dan an Nufaqoh (النفقة) adalah lubang biawak dan yarbu’ (اليربوع). Yarbu’ merupakan hewan sejenis tikus yang hidup di padang pasir. Hewan ini membuat rumah dengan cara menggali tanah. Satu lubang untuk masuk dan beberapa lubang untuk keluar. Untuk lubang keluar, hewan ini membuatnya agak sedikit naik dari permukaan tanah, lalu menutupinya dengan sedikit pasir agar tidak terlihat oleh pemangsa. Jika hewan ini dikejar pemangsa, dia akan masuk ke dalam sarangnya lalu keluar melalui lubang yang tidak diduga oleh pemangsa.
Penisbatan munafiq terhadap orang yang melakukan kenifaqan bisa jadi karena kesamaannya dengan tingkah laku yarbu’ yang ahli dalam mengelabuhi musuhnya.
Pembagian manusia yang dikategorikan orang munafiq :
- Siapa saja yang masuk ke dalam Islam, bukan karena dorongan keimanan. Namun, lebih dekat kepada penipuan dan kebohongan. Seperti takut kepada kaum muslimin yang sedang mendapatkan kemenangan, tamak terhadap harta kaum muslimin, keinginan untuk menghancurkan Islam dari dalam, atau tujuan-tujuan duniawi yang lain.
- Orang yang sebelumnya beragama Islam. Setelah itu keluar (murtad) dari Islam tanpa mengumumkannya. Tampilan luar dan amalan-amalan hariannya masih menunjukkan keIslaman, namun hatinya sudah tidak lagi beriman.
- Siapa saja yang memeluk agama Islam karena faktor nasab (keturunan), terlahir dengan agama Islam, namun, setelah beranjak dewasa (baligh) hatinya tidak mau beriman dengan perkara-perkara yang Allah swt wajibkan untuk mengimaninya. Dalam kehidupan sehari-hari, orang-orang seperti ini masih mau melakukan amalan-amalan islamy. Faktor pendorong paling dominan mereka masih mau beramal adalah suasana lingkungan yang menuntut mereka untuk mengikutinya dan bukan karena dorongan keimanan. Orang-orang seperti ini disebut munafiq karena hati mereka menolak untuk meyakini rukun-rukun iman yang Allah swt mewajibkan untuk mengimaninya. Walaupun penampakan luar mereka adalah muslim dan tidak pernah mengumumkan untuk murtad (keluar dari Islam).
- Orang-orang kafir, baik Yahudi, Nasrani, maupun Majusi yang masuk ke dalam Islam dengan tujuan menghancurkannya dari dalam.
Bersambung…