Bahagia Menyambut Kelahiran Buah Hati

Bahagia Menyambut Kelahiran Buah Hati

Bagi orang tua, terutama ibu, menunggu detik-detik kelahiran sang bayi merupakan momen yang sangat mendebarkan. Cambur-baur perasaan antara bahagia, cemas dan harapan agar bisa melahirkan dengan selamat, menjadikan saat-saat itu begitu mengesankan. Bagi seorang ibu muslimah, di samping usaha-usaha lahiriyah, doa kepasrahan kepada allah ta’ala dan selalu memohon pertolongan-Nya menjadi hiasan hti yang tak pernah ‘mati’, menjadi senjata ampuh yang tak pernah rapuh.

Perbanyak dzikir dan Doa

Ukhti muslimah, ada sebuah buku menarik yang membahas tetang doa dan dzikir bagi ibu hamil, yang sangt penting untuk anda mmiliki. Yakni yang ditulis oleh Naurah binti Abdurrahman dengan judul Al-Ifadhah fi Ma Ja’a fi Wirdil Wiladah, dan diapresiasi positif oleh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin dalam kata pengantarnya. Edisi  terjemahan  buku itu telah beredah luas di pasar buku Islam. Di antara doa yang bisa diamalkan oleh para ibu hamil adalah:

يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيثُ

“Wahai Yang Maha Hidup, Wahai yang Terus Mengurusi Makhluk, dengan rahmat-Mu, aku memohon pertolongan.” (HR. Tirmidzi, dishahihkan Al-Albani di dalam Shahihut Targhib, I: 278,657)

Dianjurkan juga untuk memperbanyak doa

اللَّهُمَّ لا سَهْلَ إِلاَّ ما جَعَلْتَهُ سَهْلاً، وأنْتَ تَجْعَلُ الحَزْنَ إذَا شِئْتَ سَهْلاً

“Bismillah (dengan nama Allah) di baca tiga kali-. Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali apa-apa yang Engkau menjadikannya mudah; dan jika Engkau menghendaki, Engkau mampu menjadikan kesulitan menjadi mudah.” (HR. Ibnu Hibban, dan Syu’aib Al Arnauth mengatakan, “Isnadnya shahih”)

Serta dzikir-dzikir dan doa-doa mu’awwidzat lainnya yang hendaknya dibaca para ibu untuk memohon keselamatan dan kemudahan dalam menjalani proses melahirkan. Wallahul Musta’an

Sunnah Nabi Saat Melahirkan

Ukhti Muslimah, begitu si mungil lahir, iringilah kelahiran anak anda dengan seperangkat tuntunan dari Sunnah Nabi tatkala menyambut kelahiran sang bayi. Hal itu dilakukan sebagai langkah awal untuk mendidik anak-anak kita berdasarkan petunjuk Nabi. Dan, sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Di antara sunnah Nabi dalam mengasuh bayi adalah sebagai berikut:

Pertama, mentahnik bayi. Tahnik maksudnya adalah mengunyah buah kurma dengan menggosokkannya di langit-langit mulut bayi. Juga, meletakkannya di bagian mulut bayi, kemudian menggerakkannya ke kanan dan ke dirik dengan gerakan yang halus, sehingga seluruh bagian mulut bayi terolesi dengan kurma yang telah dikunyah itu. Jika kurma sulit didapatkan, maka tahnik bisa dilakukan dengan bahan apa saja yang manis (misalnya madu), sebagai realisasi terhadap ajaran sunnah dan mengikuti apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah.

Telah diriwayatkan hadits Abu Burdah, dari Abu Musa, ia berkata, “Telah lahir anakku, dan aku membawanya mendatangi Nabi, maka beliau menemani Ibrahim dan mentahniknya dengan kurma. –Bukhari menambahkan- dan beliau mendoakannya dengan keberkahan dan menyerahkannya kembalinya kepadaku. Dia adalah anak Abu Musa yang paling besar.” (Muttafaq ‘Alaih)

Kedua, mencukur rambut kepala bayi. Nabi bersabda, “Laksanakan aqiqah untuk anak, maka tumpahkanlah darah karenanya dan hilangkanlah penyakit darinya.” (HR. Bukhari). Yang dimaksud menghilangkan penyakit dalam hadits tersebut adalah mencukur rambut kepala bayi. Malik meriwayatkan di dalam Al-Muwaththa’ dari Ja’far bin Muhammad dari ayahnya, ia berkata, “Fathimah radhiyallaha menimbang rambut Hasan, Husain, Zainab, dan ummu Kultsum, kemudian ia bershadaqah dengan perak seberat timbangan rambut itu.”

Di samping bersedekah atasnya, sesudah mencukur rambut bayi, disunnahkan untuk mengusap kepala bayi dengan wewangian. Buraidah berkata, “Di masa jahiliyah jika lahir salah seorang anak kami, kami menyembelih kambing dan melumuri kepalanya dengan darah kambing tersebut. Ketika telah datang Islam, (jika anak kami lahir) kami menyembelih kambing dan mencukur rambut bayi, serta melumuri kepalanya dengan minyak za’faran.” (HR. Abu Dawud)

Ketiga, Melaksanakan aqiqah.  Hal ini merupakan sunnah yang sangat dianjurkan. Untuk itu, Imam Ahmad merasa senang kepada seseorang yang berhutang (karena tidak mampu), agar dapat melaksanakan aqiqah. Ia berkata, “Dia telah menghidupkan sunnah, dan berharap semoga Allah akan memberi ganti atasnya.”

Aqiqah adalah menyembelih kambing disebabkan kelahiran bayi, dan dilaksanakan pada hari ketujuh dari kelahirannya. Untuk anak laki-laki disembelihkan  dua kambing. Nabi bersabda, “Semua anak digadaikan dengan aqiqahnya, mka hendaklah disembelihkan (kambing) pada hari ketujuh dan ia diberi nama.” (HR. Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah)

Keempat, memberi nama anak yang baik. Abu Dawud meriwayatkan dengan sanad shahih, dari Abu Darda’, ia berkata: Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya kalian akan dipanggil pada hari kiamat dengan menggunakan nama-nama kalian dan dengan nama-nama bapak kalian, maka baguskanlah nama-nama kalian.”

Kelima, melaksanakan khitan. Telah diriwayatkan banyak hadits tentang khitan, antara lain hadits Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah bersabda, “Kesucian itu ada lima, yakni khitan, mencukur rambut di sekitar kemaluan, memotong kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Adapun waktu pelaksanaan khitan, menurut Ibnul Mundzir, tidak ada dalil yang menetapkan kepastian pelaksanaannya. Sehingga, khitan bisa dilaksanakan kapan saja disesuaikan dengan kondisi anak dan orang tua. Namun, lebih utama bagi orang tua untuk melaksanakan khitan di hari-hari awal dari kelahiran anak.

Keenam, memohon perlindungan untuk anak. Nabi pernah memohonkan perlindungan bagi Hasan dan Husain dengan berdoa:

أُعِيْذُكُمَا بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لاَمَّة

“Aku memohon perlindungan dengan kalimat Allah yang sempurna untuk kalian berdua, dari gangguan setan dan binatang berbisa, dan dari pandangan mata (ain) yang membuat sakit.” (HR. Bukhari).

Ketujuh, menyusui bayi sampai dua tahun, dan kemudian menyapihnya. Allah ta’ala berfirman, “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf…” (QS. Al-Baqarah: 233)

Ukhti muslimah, semoga si mungil yang menggemaskan itu tumbuh berkembang menjadi anak shalih-shalihah dalam belaian pengasuhan anda, dengan menjadikan sunnah Nabi sebagai rambu-rambu pengasuhan sang bayi. Wallahu a’lam. (Ashfa Muttaqina, Majalah ar risalah : 102)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *