Masalah ini sangat fundamental dan paling sering diperselisihkan para ulama. Dan perbedaan ini menjadi dua kutub utama, yaitu antara mereka yang mengatakan bahwa ahli kitab sudah tidak ada lagi di zaman sekarang, dan mereka yang mengatakan bahwa keberadaan ahli kitab masih ada.
Dengan kata lain, ada pendapat yang mengatakan bahwa yahudi dan nasrani di zaman kita sekarang ini sudah bukan lagi ahli kitab. Dan ada pendapat yang sebaliknya, yaitu mereka yang berpendapat bahwa yahudi dan nasrani di zaman kita sekarang ini tetap termasuk ahli kitab.
- Ahli Kitab Sudah Tidak Ada
Kita mulai dari pendapat mereka yang mengatakan bahwa ahli kitab sudah tidak ada lagi di masa sekarang. Atau dengan kata lain, orang-orang yahudi dan nasrani yang kita kenal sekarang ini, bukan termasuk dalam kategori ahli kitab sebagaimana yang dimaksud di dalam surat Al-Maidah ayat 5 di atas.
Ada beberapa alasan yang mereka kemukakan, di antaranya yang paling kuat adalah :
- Sudah Menyimpang
Dalam pandangan mereka, orang-orang yahudi dan nasrani yang hidup di zaman kita sekarang ini dianggap sudah menyimpang jauh dari fundamental agama mereka yang asli.
Agama yang dianut oleh yahudi di masa sekarang dianggap bukan agama yang dibawa oleh Nabi Musa alaihissalam. Demikian juga, agama yang dianut oleh umat Kristiani saat ini, dianggap bukan lagi agama yang dibawa oleh Nabi Isa alaihissalam.
Dan penyimpangan itu bukan pada masalah yang sifatnya cabang atau furu’iyah, melainkan justru terjadi pada esensi dan bagian yang paling fundamental dari agama itu, yaitu prinsip dalam konsep ketuhanan.
Nabi Musa dan Nabi Isa alaihimassalam adalah nabi yang membawa agama tauhid, yang intinya mengesakan Allah dan menganggap selain Allah adalah makhluk.
Namun baik yahudi mau pun nasrani, keduanya sama-sama mengganti elemen paling dasar dari agama yang kini mereka anut, yaitu menjadi agama politheis, sebagaimana prinsip dasar agama-agama paganis di Eropa. Polithies adalah agama yang menganut prinsip bahwa tuhan itu menjalankan kekuasaannya secara kolektif atau bersama-sama. Pendeknya, tuhannya bukan hanya satu, melainkan dia bersekutu atau berserikat dengan tuhan-tuhan lain, meski derajatnya lebih rendah dari tuhan yang utama.
Orang-orang yahudi telah mengubah status Nabi Uzair menjadi tuhan, atau masuk ke dalam derajat ketuhanan dalam posisi sebagai anak tuhan.
Demikian juga orang-orang nasrani mengatakan bahwa Nabi Isa itu masuk ke dalam jajaran orang suci yang paling tinggi, sehingga kemudian ditahbiskan menjadi anak tuhan.
Di tahun 381 masehi, para pembesar umat Nasrani mengadakan Sidang Konsili (Konstantinopel I). Dari sidang itu kemudian untuk pertama kali ditetapkan bahwa ketuhanan itu sama dengan satu, dan satu sama dengan tiga. Jadi 1 = 3 dan 3 = 1.
Kebijakan Trinitas (tatslist) ini ditetapkan oleh konstantinopel I sebagai perkembangan dari Konsili Nikea 325 M.
Logika yang digunakan saat itu adalah kalau tiga berkumpul dalam sesuatu yang satu, yang meliputi semua unsurnya, maka jadilah ia disebut satu.
Contohnya adalah rokok kretek, yang mempunyai tiga unsur, yaitu kertas, cengkeh dan tembakau. Unsur-unsur itu tidak boleh disebut sebagai saling memiliki karakter, mustahil dikatakan bahwa kertas memiliki karakter rokok, atau tembakau memiliki karakter cengkeh. Setiap unsur memiliki karakternya sendiri-sendiri, yang menjadi kekhususannya.
Dengan penyimpangan yang sangat jauh itu, agama monothis diubah haluannya menjadi agama polytheis, maka sebagian kalangan mengatakan bahwa baik yahudi maupun nasrani, sama-sama telah kehilangan jati diri yang paling asli dari agama mereka.
Karena itu kedua agama itu dianggap sudah bukan lagi agama yang asli dan original, sehingga tidak lagi berhak menyandang status : ahli kitab.
- Ras dan Darah
Sebagian kalangan yang menolak yahudi dan nasrani sebagai ahli kitab berdalil bahwa istilah ahli kitab itu mengacu hanya kepada Bani Israil sebagai kaum, bangsa atau ras, bukan sebagai religi yang bisa dipeluk oleh siapa saja.
Hal itu mengingat bahwa di masa lalu, Allah SWT memang menurunkan agama hanya kepada bangsa-bangsa tertentu saja. Dimana para nabi pun diutus hanya kepada kaum atau bangsanya saja.
Dasarnya adalah firman Allah SWT :
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولٌ فَإِذَا جَاء رَسُولُهُمْ قُضِيَ بَيْنَهُم بِالْقِسْطِ وَهُمْ لاَ يُظْلَمُونَ
Tiap-tiap umat mempunyai rasul, maka apabila telah datang rasul mereka, diberikanlah keputusan antara mereka dengan adil dan mereka tidak dianiaya. (QS. Yunus : 47)
Di masa lalu setiap rasul yang diutus suatu kaum selalu berasal dari kaum itu sendiri, dengan bahasa kaum itu sendiri juga. Sebagaimana firman Allah :
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلاَّ بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ
Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. (QS. Ibrahim : 4)
Di masa sekarang ini, yahudi secara umum masih memegang prinsip ini, yaitu agama yahudi hanya untuk ras yahudi saja, atau untuk orang yang berdarah yahudi. Dan ada kecenderungan mereka untuk menjaga agara darah yahudi mereka tidak hilang atau bercampur dengan darah bangsa lain.
Untuk mempertahankan keaslian darah yahudi mereka, umumnya mereka tidak menikah kecuali dengan sesama orang yang berdarah yahudi pula.
Sehingga secara statistik, jumlah populasi yahudi di dunia ini tidak terlalu banyak, hanya sekitar 15 jutaan saja. Lima jutaan tinggal di Amerika, 5 juta lagi tinggal di negara Palestina yang mereka jajah dan mereka beri nama Israel. Dan sisanya tersebar di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
Tetapi lain hanya dengan agama nasrani, sejak masuk ke Eropa dibawa oleh Paulus, agama ini bukan hanya berubah dari monotheis menjadi polytheis, tetapi juga berubah menjadi agama publik, yang mentargetkan agar seluruh manusia bisa dirangkul masuk ke dalam agama itu. Ada istilah menyelamatkan domba-domba yang tersesat.
Maka seiring dengan kolonialisme barat terhadap dunia timur, proses kristenisasi menjadi bagian langsung yang didukung oleh kekuatan militer dan perdangan. Maka bermunculan berbagai lembaga misionaris untuk memasukkan umat manusia ke dalam agama ini.
Padahal Allah SWT ketika mengutus Nabi Isa alaihissalam, beliau tidak diperintahkan untuk menjadi nabi bagi semua umat manusia. Tugas beliau hanya menjadi nabi buat kaumnya saja dan tidak ada beban untuk menyebarkan agama yang beliau bawa kepada berbagai bangsa di dunia.
Maka kalau pun berbagai bangsa itu memeluk agama nasrani, sesungguhnya mereka tidak pernah diperintah oleh Allah untuk memeluknya. Dan kepemelukan mereka terhadap agama yang khusus hanya buat Nabi Isa dan kaumnya itu menjadi tidak sah alias tidak ada artinya. Dan itu berarti bangsa-bangsa di dunia ini, selain kaumnya Nabi Isa, bukanlah umat nasrani, dus mereka bukan ahli kitab.
Karena itu maka hewan-hewan sembelihan mereka tidak boleh dimakan oleh umat Islam, lantaran mereka bukan termasuk ahli kitab yang sesungguhnya.
- Ahli Kitab Masih Ada
Tentu saja para ulama yang mendukung bahwa ahli kitab di zaman sekarang ini masih ada, punya hujjah dan argumentasi yang tidak kalah kuat. Bahkan mereka menjawab lewat kelemahan argumentasi lawan mereka sendiri.
- Penyimpangan Sejak Sebelum Masa Nabi
Kalau dikatakan bahwa agama yahudi dan nasrani di hari ini telah menyimpang dari keasliannya, hal itu memang tidak bisa dipungkiri kebenarannya. Kedua agama ini memang telah menyimpang.
Tetapi sembelihan mereka tetap halal kita makan di hari ini dengan alasan yang sulit dibantah. Alasan itu adalah bahwa penyimpangan yang dibicarakan di atas tadi sebenarnya terjadinya bukan hanya di hari ini saja. Penyimpangan fundamental kedua agama itu sudah terjadi sejak masa awal sekali, ratusan tahun sebelum lahirnya Nabi Muhammad SAW
Sidang Konsili yang menetapkan Nabi Isa anak tuhan dan tuhan menjadi tiga buah itu, digelar di tahun 381 masehi. Sedangkan Muhammad SAW diangkat menjadi utusan Allah terjadi di tahun 611 maehi. Artinya, sudah sejak tiga ratus tahun sebelum kenabian Muhammad SAW dan turunnya syariat Islam, nasrani memang telah menyimpang.
Namun dalam keadaan menyimpang itu, Al-Quran tetap menyebut mereka sebagai ahli kitab dan tetap sebagai nasrani. Bahkan penyimpangan mereka disebut-sebut di dalam ayat Al-Quran, dan Al-Quran menyebut mereka kafir :
لَّقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَآلُواْ إِنَّ اللّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putra Maryam” (QS. Al-Maidah : 72)
لَّقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُواْ إِنَّ اللّهَ ثَالِثُ ثَلاَثَةٍ
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga tuhan. (QS. Al-Maidah : 73)
Namun mereka tetap dianggap sebagai ahli kitab dan diperlakukan sebagai ahli kitab di masa Rasulullah SAW Rasulullah SAW tidak pernah membeda-bedakan umat nasrani di zamannya, antara yang masih bertatus ahli kitab atau yang bukan ahli kitab.
Dan hal itu berarti di zaman sekarang ini pun mereka tetap saja berstatus sebagai ahli kitab. Sebab penyimpangan yang mereka lakukan sejak sebelum masa Rasulullah SAW itu tidak membuat mereka keluar status sebagai ahli kitab.
Kalau penyimpangan mereka di masa Nabi SAW tetap tidak mengubah status mereka sebagai ahli kitab, lalu apa yang membuat mereka sekarang ini dianggap bukan lagi ahli kitab?
- Ahli Kitab Selain Bani Israel
Sedangkan argumentasi yang menyebutkan bahwa status ahli kitab itu hanya terbatas pada darah dan keturunan saja, atau hanya mereka yang punya ras sebagai Bani Israil saja, sehingga bangsa-bangsa lain yang memeluk nasrani tidak dianggap sebagai nasrani, juga merupaka pendapat yang lemah.
Dimana titik kelemahan argumentasi itu?
Kita bisa buka lembarah sejarah di masa Rasulullah SAW Ada dua raja di masa Nabi yang bukan berdarah Bani Israel, tetapi oleh beliau SAW dianggap sebagai nasrani.
Fakta yang pertama, adalah orang-orang Yaman di masa itu yang merupakan ahli kitab dan bukan berdarah Israil. Raja Yaman dan penduduknya memeluk agama nasrani, sebelum diislamkan oleh dua shahabat Nabi SAW, Muadz bin Jabal dan Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahuanhuma.
Di waktu Nabi SAW dilahirkan, seorang raja Yaman yang beragama nasrani datang ke Mekkah dengan membawa pasukan bergajah dengan niat mau merobohkan Ka’bah. Dia bernama Abrahah. Tidak ada keterangan Abrahah ini keturunan atau berdarah Israil, tetapi yang jelas dia seorang pemeluk agama nasrani.
Bahkan motivasinya datang ke Mekkah untuk merobohkan Ka’bah tidak lain karena di Yaman ada gereja yang besar, dan dia ingin agar orang-orang Arab beribadah ke gerejanya dan bukan ke Ka’bah.
Ketika Nabi SAW menutus dua shahabatnya ke Yaman, beliau memberikan arahan bahwa keduanya akan berdakwah ke negeri yang penduduknya termasuk ahli kitab. Padahal mereka tidak berdarah Israil.
Fakta yang kedua, raja dan rakyat Habasyah di Afrika. Sekarang negeri ini disebut Ethipoia. Raja dan penduduknya tentu berdarah Afrika dengan ciri kulit hitam dan rambut keriting sesuai ras benua itu.
Dan ras Bani Israil di Palestina tentu tidak ada yang berwarna kulit hitam dengan rambut keriting dan hidung mancung ke dalam. Kalau kita sandingkan ras Bani Israel dengan ras orang Afrika, maka jelas sekali perbedaannya dengan hanya sekali lirik saja.
Namun raja negeri Habasyah, An-Najasyi, jelas-jelas beragama nasrani sebagaimana disebutkan dalam sirah Nabawiyah. Dan Rasulullah SAW sengaja mengirim para shahabatnya berhijrah ke Habasyah karena tahu bahwa raja dan rakyatnya beragama nasrani.
Maka klaim bahwa status ahli kitab itu hanya untuk ras Bani Israil saja tidak berlaku dan tidak dilakukan oleh Rasulllah SAW Beliau lebih memandang bahwa siapa saja yang mengaku dan berikrar bahwa dirinya seorang pemeluk agama nasrani, maka kita perlakukan dia sesuai dengan pengakuannya, bukan berdasarkan kualitas pelaksanaan ajarannya, juga bukan dari ras atau warna kulitnya.
Maka dua argumentasi yang dikemukakan oleh mereka yang mengatakan sudah tidak ada lagi ahli kitab di masa sekarang adalah argumentasi yang lemah, dan ditolak serta tidak sesuai dengan praktek langsung yang dilakukan oleh Rasulullah SAW
Hal itu berarti, sembelihan orang yahudi dan nasrani hari ini hukumnya tetap halal dan sah, karena status mereka tetap masih sebagai ahli kitab.
Wallahu a’lam bishshawab.
Penulis: Ahmad Sarwat, Lc., MA