Allah; Asmaul Husna Paling Mulia
(Serial Kajian Kitab Fikih Asmaul Husna 03)
Oleh: Ust. Zaid Royani, S.Pd.I
Sumber seluruh asmaul husna berasal dari tiga nama, yaitu: Allah, Rabb dan Ar Rahman. Makna ketiga nama ini mengumpulkan seluruh makna asmaul husna. Sehingga makna seluruh asmaul husna mengacu kepada tiga nama ini. Karena lafadz Allah mengandung arti uluhiyah, lafadz Rabb mengandung arti rububiyah, sedangkan alfadz ar rahman mengandung arti perbuatan baik, kedermawanan dan kebajikan, sedangkan makna seluruh asmaul husna berkutat pada tiga makna ini. Dan ketiga nama ini telah terkumpul dalam surat Al Fatihah.
Ibnu Qayyim Al Jauziyyah rahimahullah berkata: “Ketahuilah bahwa surat ini (surat Al Fatihah) mencakup pokok-pokok permohonan yang luhur, mengandungnya dengan sempurna, surat ini pula mencakup penjelasan tentang dzat yang diibadahi (Allah) dengan tiga nama, hal mana nama tersebut menjadi sumber dan pijakan seluruh asmaul husna, yaitu kata: Allah, Rabb dan Ar Rahman. Maka kata “Iyyaka Na’budu” dibangun atas makna Uluhiyah, kata “Waiyyaka Nasta’inu” dibangun atas nama Rububiyah, sedangkan memohon petunjuk ke jalan yang lurus disertai sifat rahmah. Sedangkan kata al hamdu sendiri mengandung tidak perkara, yaitu pujian pada uluhiyah-Nya, rububiyah-Nya dan sifat rahmah-Nya.” (Madarijus Salikin, Ibnu Qayyim Al Jauziyah: 1/7)
Dari ketiga nama ini maka nama Allah lah yang paling mulia dan utama. Hal ini merupakan kesepakatan para ulama. Sebelum membahas sebab-sebab mengapa nama Allah menjadi asmaul husna paling mulia, maka kita jelaskan terlebih dahlulu dasar kata Allah.
Kata Allah berasal dari kata ilah (إله) yang artinya al ma’luuh (yang disembah). Kata ilah sendiri berasal dari kata alaha-ya’lahu yang artinya beribadah, sedangkan wazan ilah adalah fi’al dengan arti maf’ul, seperti kitab yang berarti maktub (tertulis). Kemudian disambungkan dengan alif lam ta’rif sehingga menjadi lafadz Allah (الله). Ini adalah dasar kata Allah dari segi bahasa.
Sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma menjelaskan kata Allah:
ذو الألوهية والعبودية على خلقه أجمعين
“Dialah pemilik peyembahan dan peribadatan dari seluruh makhluk-Nya.” (Jami’ul Bayan Fie Ta’wil Ayyil Qur’an, Ibnu Jarir At Thabari, 1/121)
Adapun keutamaan yang secara khusus dimiliki oleh kata Allah itu sendiri sebagai berikut:
Pertama, Sumber dari seluruh Asmaul Husna.
Kekhususan yang dimiliki nama Allah adalah ia menjadi sumber dari seluruh asmaul husna, dan asmaul husna seluruhnya disandarkan kepadanya serta disifati dengannya. Dalil yang mendasari hal ini adalah firman Allah:
وَلِلَّهِ ٱلۡأَسۡمَآءُ ٱلۡحُسۡنَىٰ فَٱدۡعُوهُ بِهَاۖ
“Dan Allah memiliki Asma’ul-Husna (nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya.” (QS. Al-A’raf: 180)
Begitupula firman Allah:
ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَۖ لَهُ ٱلۡأَسۡمَآءُ ٱلۡحُسۡنَىٰ
“(Dialah) Allah, tidak ada tuhan selain Dia, yang mempunyai nama-nama yang terbaik.” (QS. Tha-Ha: 8)
Demikian pula firman Allah dalam surat Al Hashr ayat 22-24. Seluruh dalil di atas menjelaskan bahwa asmaul husna seperti Ar Rahman, Ar Rahim, Al Khaliq, Ar Raziq, Al Aziz dll, bagian dari nama-nama Allah. Dan tidak dikatakan bahwa Allah termasuk dari nama Ar Rahman, Ar Rahim Dst. Ini menunjukkan bahwa nama Allah adalah sumber bagi seluruh asmaul husna.
Kedua, Allah adalah nama yang terkandung dalam setiap asmaul husna dan menunjukkan kepadanya secara global, sedangkan asmaul husna merupakan perincian dan penjelasan bagi sifat ilahiyah.
Maka sebagai contoh nama al khaliq terkandung di dalamnya makna Allah (ketuhanan). Karena Allah adalah Sang Pencipta seluruh alam maka harus beribadah hanya kepadanya.
Ketiga, alif lam pada nama Allah tidak boleh dihilangkan saat didahului dengan harf nida’ (huruf seruan), yaitu يا الله (Ya Allah). berbeda dengan nama-nama lainnya jika didahului harf nida’ maka alif lamnya harus dihilangkan. Contoh : يا رحمن (Wahai Sang Maha Pengasih), tidak boleh menyebut dengan يا الرحمن (Wahai Sang Maha Pengasih). hal ini menunjukkan akan kekhususan nama Allah.
Keempat, Allah adalah nama yang selalu berkaitaan dengan kebanyakan lafadz dzikir. Seperti tahlil, takbir, tahmid, tasbih, dan lainnya pasti ada nama Allah nya. Contoh: Subhanallah, Allahu akbar, Alhamdulillah dan lainnya. Sehingga saat seorang hamba membaca tahmid, tahlil, takbir pasti menyebut nama Allah.
Kelima, Allah adalah nama yang paling banyak disebut dalam Al Qur’an. Nama Allah telah disebutkan dalam Al Qur’an kurang lebih dari 2100 kali.
Keenam, Allah adalah nama khusus untuk Allah saja, tidak boleh digunakan oleh selain-Nya. Berbeda dengan nama nama Allah yang lainnya, boleh digunakan sebagai nama. Contoh nama Al Qowwiyu Al Amiinu (Yang kuat dan terpercaya) bagi Nabi Musa.
Hikmah di balik Keistimewaan nama Allah
Mengapa nama Allah memiliki keistimewaan yang begitu banyak? Setidaknya hal ini disebabkan beberapa hal:
Pertama, Ibadah adalah tujuan hidup
Nama Allah memiliki arti al ma’luh (yang diibadahi). Sedangkan tujuan utama seorang hamba dalam kehidupan ini adalah beribadah hanya kepada Allah. Sebagaimana firman Allah:
وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Karena nama Allah mengandung tujuan dan tugas utama hidup manusia, nama Allah menjadi nama paling utama dari seluruh asmaul husna.
Kedua, Peribadatan hak milik Allah
Alasan kedua mengapa nama Allah menjadi asmaul husna paling mulia, karena nama ini mengandung hak mutlah Allah yaitu uluhiyah. Tidak ada satupun makhluk yang boleh mengambil hak ini dari Allah, dan tidak boleh satupun makhluk pun memberikan peribadatannya kepada selain Alllah.
Maka barangsiapa yang mengambil hak peribadatan tersebut dari Allah maka ia telah menjadikan dirinya sebagai thagut atau andad (tuhan-tuhan selain Allah). barang siapa memberikan peribadatannya kepada selain Allah maka ia adalah orang musyrik karena telah berbuat syirik.
Orang yang menjadikan dirinya sebagai tuhan selain Allah dan orang yang berbuat syirik maka berhak mendapat kemurkaan dari Allah dan ancaman masuk neraka ketika di akhirat nanti.
Ketiga, Allah dan syarat sesembahan.
Setiap orang bisa mengaku dirinya sebagai tuhan atau mengakui sesuatu sebagai tuhan. Padahal dalam surat Al Ikhlas Allah menjelaskan tentang syarat ketuhanan.
Syarat ketuhanan yang pertama, tuhan itu harus Maha Esa. Kedua, tuhan itu tidak membutuhkan siapa pun dan sebaliknya: semua pasti membutuhkan Tuhan. Ketiga, tuhan itu tidak boleh dilahirkan dan tidak pula melahirkan. Keempat, tuhan itu tidak ada yang boleh sama atau setara dengan-Nya.
Jika keempat persyaratan tuhan ini diterapkan kepada yang dianggap tuhan-tuhan dalam agama lain, persyaratan ini tidak akan terpenuhi. Empat syarat ini hanya terpenuhi pada Allah semata. (Tafsir Juz Amma, Firanda Andirja, 703)