Akhlak Nubuwwah: Menghormati Kenangan

Oleh : Ustadz Fajar Jaganegara (Ketua Himayah Foundation Cabang Makassar)

Manusia tidak akan pernah bisa lepas dari peran dan pertolongan orang lain dalam hidupnya. Siapa pun dia. Sebagai makhluk lemah, tolong-menolong adalah keniscayaan yang dibutuhkan setiap insan, seperti kata pepatah, “Berat sama dipikul ringan sama dijinjing” sebuah filosofi kehidupan tentang prinsip bahu-membahu meringankan beban.

Hanya saja, sebagian kita sering amnesia akan jasa seseorang dalam hidupnya. Seperti kacang lupa kulitnya, bahkan sebagian lebih kejam, habis manis sepah dibuang; saat butuh ia datang saat terpenuhi dia pergi. Sebagian lagi justru lebih tidak tau diri, air susu dibalas air tuba; kebaikan dibalas keburukan.

Kenangan Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam tentang Khadijah

Mari menilik salah satu akhlak nubuwah yang indah tentang bagaimana Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam menghormati kenangan orang-orang yang berperan dalam hidupnya, lebih khusus, mereka yang punya saham besar dalam perjuangan Islam di masa lalu; di masa-masa sulit.

Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam selalu menyiapkan satu ruang dalam hatinya tentang ingatan-ingatan terbaik dari orang-orang yang pernah mengisi hari-harinya di masa lalu. Sebuah teladan tentang bagaimana menghargai ingatan indah itu sendiri.

Salah satu potret bagaimana cara Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam menghormati sebuah kenangan sebagaimana yang dituturkan oleh ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha :

ما غِرْتُ على أَحَدٍ من أَزْوَاجِ النبيِّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ ما غِرْتُ على خديجةَ وما بي أنْ أَكُونَ أَدْرَكْتُها وما ذلكَ إلَّا لِكَثْرَةِ ذكرِ رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ لها وإنْ كان لَيذبحُ الشَّاةَ فَيَتَتَبَّعُ بِها صدايقَ خديجةَ فَيُهْدِيها لهُنَّ

“Aku tidak pernah cemburu kepada salah seorang dari istri-istri Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam melainkan kecemburuanku kepada Khadijah, meskipun aku tidak pernah berjumpa dengannya, tetapi Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam begitu banyak menyebut namanya. Biasanya jika beliau menyembelih kambing beliau perintahkan, ‘bagikan ini kepada teman-teman Khadijah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Hadist di atas jika melihatnya dari sisi ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, maka penuturan ini adalah tentang kecemburuan.  Tentang bagaimana ibunda ‘Aisyah merasa ada wanita lain yang mengisi relung hati dan ingatan Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam melebihi dirinya.

Tapi jika dilihat dari sisi emosi Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam, selain tentang cinta, riwayat ini berbicara kepada kita tentang bagaimana menghormati sebuah kenangan. Tentang bagaimana merawat sebuah ingatan terhadap seseorang yang punya peran di masa lalu.

Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam menghormati kenangannya bersama Khadijah radhiyallahu ‘anha yang telah lama pergi dengan memuliakan teman dan sahabatnya. Sikap ini memberikan sebuah isyarat bahwa cara menghormati kenangan adalah dengan memperlakukan dengan baik orang-orang yang menjadi bagian dari kenangan tersebut.

Isyarat tentang urgensi menghormati sebuah kenangan seseorang bisa pula dilihat dari pesan Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam untuk menjaga hubungan terhadap para sahabat orang tua kita. Sebagaimana dalam sebuah hadist dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma:

سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِنَّ أَبَرَّ البِرِّ أَنْ يَصِلَ الرَّجُلُ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ

“Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Sungguh sebaik-baik kebaikan adalah seseorang yang (mau) menyambung tali silaturahim dengan sahabat bapaknya.” (HR. At-Tirmidzi)

Atas dasar apa hubungan seorang anak terhadap sahabat orang tuanya? Tidak lain karena mereka adalah bagian dari kenangan orang tua kita, yang sama pantasnya untuk dihormati dan sebagai salah satu cara menghormati kenangan terhadap orang tua adalah dengan menghormati dan menyambung silaturahmi kepada mereka.

Kenangan Bersama Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu

Contoh lain dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam tentang menghormati kenangan adalah tentang sahabatnya yang mulia, Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Teman seperjuangan Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam, sahabat tercinta, teman setia yang paling lama membersamai Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam dalam lika-liku perjalanan mengemban Islam.

Kenangan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam tentang ash-Shiddiq terangkum dalam sebuah kalimat yang menjelaskan saham besar Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu dalam Islam.

Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda :

 إِنَّ أَمَنَّ النَّاسِ عَلَيَّ فِي مَالِهِ وَصُحْبَتِهِ أَبُوبَكْر

“Sungguh orang yang paling banyak berkorban untukku dalam harta maupun persahabatan adalah Abu Bakar (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Apa yang diberikan oleh Abu Bakar ash-Shiddiq dalam persahabatan bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam sulit ditandingi oleh sahabat yang lain. Karena Abu Bakar radhiyallahu ‘Anhu telah beriman saat orang lain masih meragukan, telah memberi pertolongan, saat orang lain masih mendustakan.

Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam menghormati kenangan tersebut ketika ada sebagian orang yang meragukan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu:

“Sesungguhnya Allah mengutusku kepada kalian, akan tetapi kalian justru (dahulu) mengatakan, ‘Engkau telah berdusta.’ Sementara Abu Bakar mengatakan, ‘Dia (Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam ) jujur. Abu Bakar pun banyak membantuku dengan jiwa dan hartanya, apakah kalian akan meninggalkan sahabatku itu?’ (HR. al-Bukhari)

Dengan segala peran dan ingatan indah tersebut, tidak mengherankan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu menjadi orang yang paling dicinta, paling mulia, dan pantas untuk mendapat Surga paling utama.

Cara Menghormati Kenangan

Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

لا يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لا يَشْكُرُ النَّاسَ

“Tidak bersyukur kepada Allah, mereka yang tidak berterima kasih kepada manusia.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)

Wujud syukur kepada Allah berkelindan dengan bagaimana cara kita berterima kasih kepada sesama manusia. Imam al-Munawi menjelaskan, bahwa alasan mengapa berterima kasih kepada makhluk bagian dari bersyukur kepada Allah.

“Karena mereka adalah wasilah (penghubung) nikmat yang Allah berikan kepada seseorang, maka wajib berterima kasih kepada mereka yang menjadi sebab datangnya nikmat tersebut” (Al-Munawi, Faidh al-Qadhir, 1/341)

Pesan-pesan tentang membalaskan kebaikan betul-betul menjadi hal yang digaris bawahi oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam. “Hutang budi dibawa mati” harus ditanamkan dalam alam bawah sadar setiap mukmin.

Perihal menghormati kenangan seseorang, termasuk cara yang paling indah dan mudah adalah dengan senantiasa menyebutnya dalam doa-doa. Karena doa adalah “alat tukar” atas sebuah kebaikan yang diberikan seseorang kepada kita.

Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam juga berpesan:

من صَنَع إليكم معروفًا فكافِئوه، فإنْ لم تَجِدوا ما تكافِئونَه فادْعُوا له حتى تَرَوا أنَّكم قد كافَأْتُموه

“Barang siapa yang berbuat kebaikan kepada kalian maka balaslah, kemudian apabila kalian tidak mendapat sesuatu untuk membalasnya maka doakanlah dia hingga kalian melihat bahwa kalian telah membalasnya.” (HR. Abu Daud)

Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam mengisyaratkan agar setiap kita memiliki satu ruang dalam ingatan tentang mereka yang telah menanam kebaikan bagi kita, untuk kemudian membalasnya dalam doa-doa yang tidak berhenti sampai merasa cukup; bahwa doa-doa tersebut telah dianggap cukup membalaskannya. Wallahu a’lam

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *