MENAKAR PRIORITAS BANTUAN UNTUK GAZA

MENAKAR PRIORITAS BANTUAN UNTUK GAZA

Oleh: Rusydi Rasyid

Dalam hal ketaatan, Allah tidak hanya memerintahkan hamba-Nya untuk melakukan ibadah ritual yang bersifat vertical; hubungan langsung antara seorang hamba dengan Tuhannya, seperti shalat, puasa, maupun dzikir. Namun, ketaatan sejati juga mencakup dimensi horizontal: amal kebaikan kepada sesama manusia, kepedulian sosial, menebar kasih sayang, keadilan, dan memperjuangkan kemaslahatan bersama.

Kedua dimensi ini, vertikal dan horizontal, bukanlah dua jalan yang terpisah, melainkan satu kesatuan utuh yang membentuk makna taat yang hakiki. Seperti medan magnet yang saling tarik-menarik, hubungan dengan Allah akan melahirkan cinta kepada makhluk-Nya. Dan kebaikan kepada sesama, apabila didasari keikhlasan karena Allah, akan menjadi jalan untuk mendekat kepada-Nya.

Allah menetapkan ibadah-ibadah yang langsung ditujukan untuk kebaikan sosial seperti zakat, infaq, dan sedekah. Ibadah-ibadah ini tidak hanya bersifat anjuran spiritual, melainkan instrumen konkret untuk membangun keadilan sosial, menghapus kesenjangan, serta memuliakan kaum yang lemah. Zakat, misalnya, bukan sekadar kewajiban finansial, tapi bentuk nyata dari solidaritas dan distribusi kesejahteraan dalam masyarakat Islam.

كَيْ لَا يَكُوْنَ دُوْلَةً ۢ بَيْنَ الْاَغْنِيَاۤءِ مِنْكُمْۗ

“(Demikian) agar harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. (QS. Al-Hasyr ayat 7)

Namun, fenomena yang banyak terjadi hari ini bukan lagi tentang perdebatan apakah zakat, sedekah, atau kepedulian sosial itu penting atau tidak—sebab secara teologis dan moral, kedudukannya sudah jelas dan tak terbantahkan. Yang justru sering menjadi polemik di tengah masyarakat adalah persoalan prioritas: mana yang harus didahulukan?

Kasus Palestina, misalnya, adalah potret nyata dari ketidakadilan dan kekejaman yang melampaui batas. Itu bukan hanya soal politik internasional, tapi isu kemanusiaan yang menuntut nurani setiap jiwa yang masih hidup. Namun di saat yang sama, tentu kita tidak boleh menutup mata dari kemiskinan, keterbelakangan, dan penderitaan yang juga ada di sekitar kita.

Lalu bagaimana, lebih utama menolong saudara kita yang tertindas jauh di sana atau menyelesaikan problem-problem sosial yang ada di dalam negeri, yang tak kalah menyakitkan? Makalah ini, akan sedikit mendudukan fenomena tersebut.

Memahami Fikih Prioritas.

Cara pertama yang paling mendasar untuk menyelesaikan problematika tersebut bukanlah memperpanjang perdebatan, tetapi menanamkan pemahaman yang mendalam kepada kaum muslimin tentang dua hal penting: pertama, keutamaan zakat dan sedekah dalam Islam; dan kedua, pentingnya memahami fikih prioritas (fiqh al-awlawiyyat).

Seringkali masalah muncul bukan karena umat tidak mau peduli, tetapi karena ketidaktahuan atau kekeliruan dalam memaknai perintah memberi. Banyak yang belum memahami bahwa zakat bukan hanya kewajiban sosial, tapi rukun Islam yang langsung berdampak pada keberkahan harta, penyucian jiwa, dan stabilitas ekonomi umat. Sedekah pun bukan sekadar tindakan dermawan, tapi manifestasi nyata dari keimanan dan tanda kesempurnaan tauhid.

Kemudian yang tak kalah penting adalah memahami fikih prioritas, yaitu kemampuan untuk menempatkan amal pada tempatnya yang paling tepat, sesuai dengan urgensi, konteks, dan dampaknya. Inilah ilmu yang menjembatani antara semangat dan kebijaksanaan, antara empati dan strategi.

Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya Fikih Aulawiyah atau fikih prioritas mengatakan:

Kadang-kadang, satu perbuatan itu pada satu masa dinilai sebagai perbuatan yang utama (Fadhil), tetapi pada masa yang lain bukan perbuatan yang utama (mafdhul), atau pada suasana tertentun perbuatan itu dinilai kuat (rajih), namun lain suasana di nilai lemah (marjuh). Namun, tersebabt pengetahuan dam pemahaman kaum muslimin sangat sedikit, yang menjadikan mereka tidak bisa membedakan dua masa dan suasana yang berbeda itu. (Yusuf Qardhawi, Fiqhu al-Aulawiyah; 15)

Kalimat di atas beliau sampaikan di tengah banyaknya orang muslim yang rela menggelontorkan dana yang tak sedikit untuk pembangunan masjid, padahal di daerah tersebut sudah banyak masjid, dan mengenyampingkan masalah penting berupa sumbangan untuk kepentingan dakwah. Juga kritik kepada orang-orang yang melakukan ibadah haji maupun umrah berulang kali, namun lalai untuk memperhatikan ibadah infaq untuk kaum yang tertindas dan membutuhkan saat itu.

Imam Bisyr al-Hawi lebih dulu menyampaikan: “Kalau kaum Muslimin mau menanamkan, memiliki keimanan yang benar, dan mengetahui makna fiqih prioritas, maka dia akan merasakan kebahagiaan yang lebih besar dari suasana kerohanian yang lebih kuat, setiap kali dia dapat mengalihkan dana ibadah haji itu untuk memelihara anak-anak yatim, memberi makan orang-orang yang kelaparan, memberi tempat perlindungan orang-orang yang terlantar, mengobati orang yang sakit, mendidik orang-orang yang bodoh, atau memberi kesempatan kerja kepada para penganggur.” (Yusuf Qardhawi, Fiqhu al-Aulawiyah; 16)

Selain itu, terdapat kaidah maslahat dan mafsadat (kebaikan dan kerusakan), yang berfungsi untuk menuntun umat dalam mengambil keputusan yang paling tepat saat dihadapkan pada dua atau lebih kebaikan, atau dua keburukan sekaligus.

Dalam situasi di mana dua kebutuhan sama-sama mendesak, syariat Islam mengajarkan untuk mendahulukan yang lebih besar manfaatnya atau lebih berat dampaknya bila ditinggalkan. Di antara kaidah tersebut adalah:

تُقَدَّمُ المَصْلَحَةُ الكَبِيرَةُ عَلَى المَصْلَحَةِ الصَّغِيرَةِ.

Mendahulukan maslahat yang besar atas mashlahat yang kecil”

يُتَحَمَّلُ الضَّرَرُ الأَدْنَى لِدَفْعِ الضَّرَرِ الأَعْلَى

Bahaya yang lebih ringan boleh dilakukan demi mencegah bahaya yang lebih besar”

المَفْسَدَةُ الصَّغِيرَةُ تُغْتَفَرُ مِنْ أَجْلِ المَصْلَحَةِ الكَبِيرَةِ.

Kerusakan kecil dimaafkan untuk memperoleh kemaslahatan yang lebih besar”

Tanpa pemahaman ini, umat bisa terjebak dalam semangat yang salah sasaran: mengabaikan yang lebih penting demi yang sekadar terlihat, atau memprioritaskan yang penting padahal ada yang jauh lebih penting. Maka jangankan untuk menyelesaikan persoalan yang jauh dari Indonesia, ketika ini tidak dipahami dengan baik maka yang  ada di depan matapun tidak akan pernah selesai.

Zakat Dan Sedekah Untuk Palestina

Terkait dengan kondisi sosial dalam negeri maupun tragedi kemanusiaan di Palestina, keduanya adalah perkara penting yang sama-sama membutuhkan empati, aksi nyata, dan kesadaran kolektif. Menolong saudara sebangsa yang kelaparan dan mengangkat derita saudara seiman yang tertindas di negeri seberang, keduanya merupakan bagian dari ibadah sosial yang mulia.

Maka, melihat kondisi yang terjadi di Palestina, khususnya di Gaza dengan genosida yang masih berlangsung dan ancaman kelaparan yang semakin parah memberi bantuan kepada mereka saat ini menjadi lebih utama. Ini bukan soal mengabaikan kebutuhan dalam negeri, tetapi karena situasi di Gaza telah mencapai tingkat darurat yang menyangkut nyawa. Dalam fikih prioritas, keadaan yang paling mendesak dan berisiko tinggi terhadap jiwa harus diutamakan.

Lalu, soal Palestina bagi umat Islam bukan sekadar isu kemanusiaan, tapi juga persoalan keyakinan dan ideologi. Di sana ada Baitul Maqdis, tanah suci ketiga dalam Islam, tempat Isra’ Mi’raj berlangsung, dan wilayah yang diberkahi sebagaimana disebut dalam Al-Qur’an.

Dalam sebuah riwayat dijelaskan:

عَنْ مَيْمُونَةَ مَوْلَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهَا قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفْتِنَا فِي بَيْتِ الْمَقْدِسِ فَقَالَ ائْتُوهُ فَصَلُّوا فِيهِ وَكَانَتْ الْبِلَادُ إِذْ ذَاكَ حَرْبًا فَإِنْ لَمْ تَأْتُوهُ وَتُصَلُّوا فِيهِ فَابْعَثُوا بِزَيْتٍ يُسْرَجُ فِي قَنَادِيلِهِ

Dari Maimunah, mantan sahaya Nabi ﷺ bahwasanya dia pernah berkata, “Wahai Rasulullah, berilah fatwa kepada kami tentang Baitul Maqdis. Maka beliau bersabda, “Datangilah ia dan sholatlah di dalamnya, –ketika itu di negeri tersebut terdapat peperangan-, jika kalian tidak dapat sholat di dalamnya, maka utuslah seseorang dengan minyak untuk dinyalakan di tempat-tempat lampunya.” (HR Abu Daud nomor 386). Wallahu a’lam.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © 2025 Himayah Foundation