Di tengah derasnya arus modernisasi dan teknologi, manusia semakin mudah terseret dalam rutintas yang melalaikan. Kehidupan sedemikian rupa tentu akan semakin menjauhkan manusia dari makna hidup yang sejati. Dalam kondisi seperti ini, hijrah bukan hanya menjadi pilihan, melainkan suatu keharusan untuk menata ulang arah hidup dan memperbaiki langkah-langkah yang akan ditempuh. Bahkan karena pentingya masalah hijrah ini, Allah Ta’ala pernah berfirman dalam surat at-Taubah ayat 20,
اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَهَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْۙ اَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللّٰهِ ۗوَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفَاۤىِٕزُوْنَ
“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dengan harta dan jiwa mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah. Mereka itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan.”
Secara historis, hijrah merujuk pada peristiwa monumental ketika Rasulullah dan para sahabat meninggalkan Makkah menuju Madinah untuk menegakkan keimanan dan mencari tempat yang aman. Menariknya, Imam Ibnu Hajar al-Asyqalani dalam kitabnya, Fath al-Bārī, 7/268, menerangkan bahwa keinginan Rasulullah untuk berhijrah ini bermula saat terjadi Baiat Aqabah Kedua. Dari kejadian inilah, muncul kebulatan tekad dan azam kuat Rasulullah untuk berhijrah menuju Madinah yang terjadi pada bulan setelahnya, yaitu bulan Muharram.
Makna Hijrah
Melihat urgensitas dan historisitas tersebut, di awal bulan Islam Muharram ini, marilah kita mantapkan tekad dan azam kuat untuk berhijrah. Di mana hijrah tidak hanya bermakna berpindah dari negara non-Islam ke negara Islam, melainkan juga dimaknai sebagai simbol perubahan ke arah yang lebih baik dalam berbagai aspek kehidupan baik akhlak, keimanan, ibadah, pekerjaan, hingga pergaulan. Hijrah adalah bentuk kesadaran bahwa hidup ini adalah perjalanan, dan setiap perjalanan butuh tujuan yang jelas serta bekal yang cukup. Tanpa arah, seseorang mudah tersesat dan tanpa langkah yang diperbaiki, seseorang mudah terjatuh dalam lubang yang sama. Adapun penjelasan ringkasnya sebagai berikut ini:
Pertama: Menata Arah
Hijrah mengajarkan kepada kita untuk senantiasa menata arah kehidupan. Demikian itu karena hijrah melibatkan perubahan orientasi hidup, berpindah dari kebiasaan lama yang tidak sesuai dengan ajaran Islam menuju kehidupan yang lebih Islami. Juga termasuk mengubah cara berpikir, bertindak, dan bersikap, sehingga selaras dengan nilai-nilai Islam. Terkait hal ini, Allah pernah berfirman dalam surat An-Nahl ayat 41,
وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا فِى اللّٰهِ مِنْۢ بَعْدِ مَا ظُلِمُوْا لَنُبَوِّئَنَّهُمْ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةًۗ وَلَاَجْرُ الْاٰخِرَةِ اَكْبَرُۘ لَوْ كَانُوْا يَعْلَمُوْنَۙ
“Orang yang berhijrah karena Allah setelah mereka dizalimi, pasti Kami akan memberikan tempat yang baik kepada mereka di dunia. Pahala di akhirat pasti lebih besar, sekiranya mereka mengetahui”
Makna ayat tersebut menunjukan bahwa hijrah dilakukan karena dorongan keyakinan dan niat karena Allah, bukan semata berpindah tempat. Allah menjanjikan balasan besar atas perpindahan yang melibatkan perubahan orientasi hidup dan kesabaran dalam meninggalkan lingkungan atau kebiasaan lama yang tidak sesuai ajaran-Nya.
Selain penjelasan tersebut, landasan utama hijrah sebagai perubahan niat dan orientasi hidup ini, juga dijelaskan dalam hadis riwayat Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907,
إنَّمَا الأعمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِيءٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ ورَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju”
Untuk itu, marilah kita senantiasa menata kembali arah, niat, serta orientasi kehidupan kita. Di mana para sahabat Rasulullah rela meninggalkan harta, keluarga, dan kehidupan mapan mereka di Makkah demi Islam. Ini menunjukkan bahwa hijrah mereka adalah bentuk totalitas perubahan orientasi hidup, tidak lagi dunia yang menjadi tujuan kehidupan, melaikan ridha Allah Ta’ala semata.
Kedua: Memperbaiki Langkah
Selain mengajarkan kita untuk menata arah kehidupan, hijrah juga merupakan proses perbaikan diri yang menyeluruh, baik ibadah, akhlak, ataupun interaksi sosial. Sehingga, orang yang berhijrah adalah mereka yang berusaha meninggalkan perilaku buruk dan menggantinya dengan prilaku baik dalam setiap aspek kehidupannya. Terkait hal ini, Allah pernah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 218,
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِۙ اُولٰۤىِٕكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَتَ اللّٰهِۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Makna ayat tersebut menggambarkan bahwa hijrah merupakan ciri dari orang beriman yang terus berjuang dan memperbaiki dirinya di jalan Allah. Mereka tidak hanya berpindah tempat, tetapi juga mengarahkan seluruh hidupnya untuk meraih rahmat Allah, mencakup aspek keimanan, amal perbuatan, dan akhlak mulia. Untuk itu, Rasulullah pernah bersabda riwayat Bukhari, no. 6484,
المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ، وَالمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ
“Seorang muslim sejati adalah orang yang kaum Muslimin selamat dari keburukan lisan dan tangannya. Dan seorang yang hijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.”
Penutup
Dari seluruh pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa hijrah merupakan syariat agung yang perlu untuk kita lakukan. Terlebih di momen tahun baru Hijriah ini, ditambah derasnya arus modernisasi dan majunya teknologi saat ini, hijrah menjadi amalan yang harus diprioritaskan. Demikian itu karena hijrah akan menuntun arah kehidupan dan langkah-langkah yang akan ditempuh. Tanpa arah, seseorang mudah tersesat dan tanpa langkah yang benar, seseorang mudah terjatuh dalam lubang yang sama. Maka hijrah adalah keharusan dan pilihan yang tepat mengawali bulan Muharram ini.
Oleh: Amir Sahidin, M.Ag
Mahasiswa Doktoral Unida Gontor






