Bermegah-Megah Mengundang Musibah

Bermegah-Megah Mengundang Musibah

Bermegah-Megah Mengundang Musibah

 

Di era globalisasi dan teknologi seperti saat ini, gaya hidup bermegah-megah dan glamour (gaya hidup mewah dan ekslusif) sudah menjadi tontonan yang dapat dilihat masyarakat luas. Tontonan tersebut bahkan menjadi standar baru bagi mereka dalam menjalani kehidupan dunia ini. Segala cara pun dilakukan untuk mendapatkan harta guna memuaskan gaya hidup yang penuh dengan kemewahan tersebut.

Padahal, bermegah-megah dan glamour akan menyebabkan seseorang lupa tujuan hidupnya untuk beribadah dan mencari bekal perjalanan akhirat. Untuk itulah, Allah mengingatkan akan bahayanya sikap bermegah-megah yang akan mengundang musibah berupa neraka Jahim yang menyala-nyala apinya. Allah berfirman dalam surat At-Takasur ayat 1-8,

أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ (1) حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ (2) كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (3) ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (4) كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ (5) لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ (6) ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ (7) ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ (8)

Bermegah-megahan telah melalaikan kamu (1), sampai kamu masuk ke dalam kuburan (2). Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu) (3), kemudian sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (4). Sekali-kali tidak! Sekiranya kamu mengetahui dengan pasti (5), niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim (6). Kemudian kamu benar-benar akan melihatnya dengan mata kepala sendiri (7), kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu) (8).

            Terkait ayat tersebut, Imam al-Maraghi dalam tafsirnya, “Tafsir al-Maraghi”, vol. 30, hlm. 229, menerangkan bahwa ayat ini turun kepada dua kabilah Anshar, yaitu Bani Haritsah dan Bani Harts yang saling menyembongkan diri dan bemegah-megahan. Salah satu di antara keduanya saling mengatakan apakah di antara kalian ada seperti fulan dan fulan yang masih hidup. Kemudian mereka pun berpaling menuju kuburan dan saling mengatakan, apakah di antara kalian ada yang seperti fulan menunjuk ke kuburan. Sehingga, surat ini turun sebagai teguran atas mereka yang menyombongkan diri serta bermegah-megah dan terlalaikan dari ibadah kepada Allah.

Musibah yang Didapatkan

Oleh karena itu, bermegah-megah merupakan kemaksiatan yang tentu dapat mendatangkan malapetaka dan musibah bagi pelakunya. Musibah tersebut setidaknya dapat dipetakan menjadi tiga hal sebagai berikut ini:

Pertama, Terlalaikan dari ibadah kepada Allah. Ibadah merupakan tujuan utama diciptakannya manusia (QS. Adz-Dzariyat: 56). Sehingga manusia wajib beribadah kepada Allah Subhanahu wata’ala dan menjauhi segala hal yang menyebabkannya jauh dari tujuan utama tersebut. Di antara perkara yang akan menjauhkan diri seseorang dari tujuan tersebut adalah bermegah-megah dalam menjalani kehidupan dunianya.

Demikian itu, karena ia akan lupa akan tujuan diciptakannya ia di dunia, sedangkan yang selalu ia ingat hanyalah bagaimana memperolah harta kekayaan sebanyak-banyaknya guna memenuhi gaya hidup glamour yang penuh kemewahan dan bermegah-megah di dalamnya.

Kedua, Cinta dunia dan takut akan kematian. Musibah berikutnya yang akan didapatkan dari gaya hidup bermegah-megah adalah cinta dunia dan takut akan kematian atau sering disebut sebagai penyakit wahn (HR Abu Dawud, no. 4297 dan Ahmad, no. 8713). Gaya hidup bermegah-megah tentu akan menjadikan seseorang selalu mengutamakan dunia daripada akhiratnya, yang pada ujungnya ia akan takut akan datangnya kematian. Sedangkan kehidupan sejatinya adalah tempat mencari bekal untuk menghadapi kematian yang pasti akan datang.

Ketiga, Dimasukan ke dalam neraka. Selain terlalaikan dalam masalah ibadah, menjadi cinta dunia dan takut akan kematian, gaya hidup bermegah-megah juga akan menghantarkan seseorang ke dalam neraka Allah yang menyala-nyala. Demikian itu, sebagaimana dalam surat At-Takasur di atas, di mana Allah Ta’ala mengingatkan dan mengancam setiap orang yang bermegah-megahan dengan neraka Jahim yang menyala-nyala apinya.

Meneladani Nabi Sulaiman AS

            Oleh karena itu, bak penyakit yang mudah disaksikan karena kecanggihan teknologi hari ini. Gaya hidup bermegah-megah perlu diobati agar dapat sehat dan kembali kepada tujuan utama diciptakan manusia, menjadikan dunia sebagai wasilah menuju akhirat dan berlomba-lomba untuk menggapai surga. Di antara obat yang perlu kita gunakan tersebut adalah meneladani Nabi Sulaiman ‘Alaihissalam.

Nabi Sulaiman merupakan nabi yang Allah beri kenikmatan teramat agung nan luar biasa: singgasana kerajaan yang menjulang tinggi, kekuasaan yang sangat disegani, kekayaan yang tiada duanya, memiliki pasukan-pasukan yang tidak hanya dari kalangan manusia, melaikan juga dari kalangan jin dan binatang, mampu berbicara dengan binatang dan dapat mengendalikan angin ke manapun yang ia inginkan. Namun demikian, semua kenikmatan tersebut diyakini oleh Nabi Sulaiman sebagai ujian untuk mengujinya, apakah ia pandai bersyukur ataukah justu mengingkari nikmat-nikmat-Nya.

Nabi Sulaiman pun berkata, sebagaimana dikekalkan dalam firman Allah surat An-Naml ayat 40,

هَذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ

“Inilah termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku apakah aku pandai bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Barangsiapa yang bersyukur, sesungguhnya ia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri. Barangsiapa ingkar, sesunggunya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia”

Untuk itu, Nabi Sulaiman ‘Alaihissalam pun dapat bersyukur atas kenikmatan-kenikmatan tersebut untuk mendekatkan dirinya kepada Allah dan menjadikan dunia sebagai wasilah untuk mendapatkan ridha dan karunia-Nya. Sehingga, Allah memuji Nabi Sulaiman dengan sebaik-baik hamba yang amat taat kepada Rabb-nya (QS. Shad: 30).

Oleh karenanya, marilah senantiasa meneladani Nabi Sulaiman ‘Alaihissalam dan merenungkan bahwa kenikmatan, kekuasaan, harta dan kekayaan kita, yang tentu tidak seberapa dibandingkan apa yang dimiliki Nabi Sulaiman. Namun, terkadang kita telah lalai untuk bersyukur kepada Allah, dan justu menggunakan kenikmatan tersebut untuk bermegah-megah serta hidup penuh dengan kemewahan dan kemegahan. Padahal semua perbuatan yang kita lakukan, tentu akan dipertangguhjawabkan kelak di akhirat.

Penutup

            Dari seluruh pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa bermegah-megah merupakan perbuatan yang dilarang dalam Islam. Ia akan mengundang musibah besar berupa terlalaikan dari beribadah kepada Allah, menjadikan cinta terhadap dunia dan takut akan kematian, serta diancam dengan neraka Jahim yang menyala-nyala apinya. Oleh karena itu, marilah kita senantiasa bersyukur atas nikmat yang Allah berikan, kita gunakan nikmat tersebut untuk semakin mendekatkan diri kita kepada Allah Ta’ala, sebagaimana Nabi Sulaiman ‘Alaihissalam yang kemudian berhasil menjadi sebaik-baik hamba yang taat kepada Rabb-nya.

Oleh: Amir Sahidin, M.Ag

(Mahasiswa Doktoral Unida Gontor)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © 2025 Himayah Foundation