Rajab merupakan salah satu dari dua belas nama bulan yang Allah tetapkan dalam perputaran tahun. Bulan ini adalah bulan yang memilki kemuliaan, karena bulan ini termasuk asyhur al-hurum (empat bulan haram); yaitu bulan-bulan yang diharamkan di dalamnya untuk berperang dan menumpahkan darah.
Juga disebutkan sebagai waktu yang sangat besar pantangan untuk melakukan perbuatan dosa di dalamnya dan dianjurkan untuk memperbanyak amal ibadah. Allah Ta’ala berfirman:
انَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah: 36)
Selain itu, karena dekatnya bulan ini dengan bulan Ramadhan, menjadikan status kemuliaannya semakin istimewa. Sehingga banyak dari kalangan salaf memberikan perhatiaan khusus dan menyebutnya sebagai kunci dari bulan penuh kebaikan dan keberkahan, yaitu Ramadhan.
Abu Bakar al-Warraq mengatakan:”Bulan Rajab itu bulannya menanam, Sya’ban bulan untuk menyiram dan Ramadhan bulan untuk memanen tanaman”.
Beliau juga berkata: “Perumpamaan bulan Rajab itu seperti angin, bulan Syaban seperti awan dan Ramadhan seperti hujan. Barangsiapa yang tidak menanam di bulan Rajab dan tidak menyiraminya di bulan Syaban, bagaimana mungkin dia memanen hasilnya di bulan Ramadhan? (Ibnu Rajab, Lathaif al-Maarif. 218)
Lalu, adakah amalan-amalan khusus yang perlu dikerjakan pada bulan ini, mengingat ada beberapa amalan-amalan yang sangat populer di tengah masyarakat yang dianggap sebagai salah satu anjuran yang harus dikerjakan pada bulan ini; salah satunya adalah shalat Rajab atau lebih di kenal dengan raghaib. Bagaimana hukum dan kedudukan shalat ini dalam pandangan para ulama? Berikut penjelasannya.
Apa Itu Shalat Raghaib?
Shalat Raghaib atau biasa juga disebut juga shalat sunnah Rajab adalah shalat yang dilakukan di malam Jum’at pertama bulan Rajab antara shalat Maghrib dan Isya. Di siang harinya sebelum pelaksanaan shalat raghaib (hari kamis pertama bulan Rajab) dianjurkan untuk melaksanakan puasa sunnah.
Jumlah raka’at shalat raghaib adalah dua belas raka’at. Di setiap raka’at dianjurkan membaca Al-Fatihah sekali, surat Al-Qadr tiga kali, surat Al-Ikhlash dua belas kali, kemudian setelah pelaksanaan shalat tersebut dianjurkan untuk membaca shalawat kepada Nabi ﷺ sebanyak 70 kali dan beberapa doa. Sebagaimana dalam riwayat yang tercantum dalam Ihya Ulum ad-Din, al-Ghazali.
Dalam sejarahnya shalat ini baru muncul dan diamalkan setelah tahun empat ratus hijriah (448 H), hal ini yang menjadikan para ulama terdahulu tidak mengenal dan mengamalkan ibadah ini. Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ menyebutkan bahwa penduduk Baitul Maqdis rutin melaksanakan shalat ini setiap tahunnya. Namun dibantah oleh Imam al-Izz bin Abdissalam dengan mengatakan bahwa penduduk Baitul Maqdis sama sekali tidak pernah mengerjakan shalat Rajab. (Takhrij Ahadits Ihya Ulum ad-Din; az-Zabidi. 1/515)
Kedudukan Hadits Shalat Raghaib.
Ada beberapa hadits yang menjadi dasar pelaksanaan shalat raghaib ini, salah satunya adalah yang disebutkan oleh Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulum ad-Din. Rasulullah bersabda:
ما من أحد يصوم أول خميس من رجب ثم يصلي فيما بين العشاء والعتمة اثنتي عشرة ركعة يفصل بين كل ركعتين بتسليمة يقرأ في كل ركعة بفاتحة الكتاب مرة وإنا أنزلناه في ليلة القدر ثلاث مرات وقل هو الله أحد اثنتي عشرة مرة فإذا فرغ من صلاته صلى علي سبعين مرة يقول اللهم صل على محمد النبي الأمي وعلى آله ثم يسجد ويقول في سجوده سبعين مرة سبوح قدوس رب الملائكة والروح ثم يرفع رأسه ويقول سبعين مرة رب اغفر وارحم وتجاوز عما تعلم إنك أنت الأعز الأكرم ثم يسجد سجدة أخرى ويقول فيها مثل ما قال في السجدة الأولى ثم يسأل حاجته في سجوده فإنها تقضى.
Artinya: “Tidaklah seorang yang berpuasa pada kamis pertama dari bulan Rajab kemudian mengerjakan shalat di antara Isya dan atamah; dua belas rakaat setiap dua rakaat dibatasi dengan salam, membaca al-Fatihah satu kali setiap rakaatnya dan surat al-Qadr tiga kali, al-Ikhlas dua belas kali. Lantas ketika selesai shalat ia membaca salawat kepadaku sebanyak tujuh puluh kali, ia membaca:’allahumma shalli ala Muhammad al-ummi wa ala alihi’, kemudian bersujud dan dalam sujudnya membaca sebanyak tujuh puluh kali: ‘subbuhun quddusun rabbul malaikati wa ar-ruh, kemudia mengangkat kepalanya dan membaca sebanyak tujuh puluh kali pula:’ rabbighfir warham wa tajawiz amma ta’lam innaka antal a’azzu al-akram, kemudia kembali sujud dan membaca seperti pada sujud yang pertama. Jika kemudian ia meminta permohonan dalam sujudnya pasti akan dikabulkan”
Rasulullah ﷺ bersabda:
لا يصلي أحد هذه الصلاة إلا غفر الله تعالى له جميع ذنوبه ولو كانت مثل زبد البحر ، وعدد الرمل ، ووزن الجبال ، وورق الأشجار ويشفع يوم القيامة في سبعمائة من أهل بيته ممن قد استوجب النار
Artinya: ‘Tidaklah seseorang yang mengerjakan shalat ini kecuali Allah akan mengampuni seluruh dosanya walaupun dosanya sebanyak buih di lautan, butiran debu, seberat gunung-gunung, dan daun yang ada di seluruh pohon. Dan kelak ia dapat memberikan syafaat (pertolongan) pada hari kiamat untuk tujuh ratus keluarganya yang sudah pasti masuk neraka. (Ihya Ulum ad-Din, Imam al-Ghazali)
Hadits di atas menjelaskan tentang tata cara dan keutamaan dari shalat raghaib sekaligus motivasi bagi umat Islam untuk mengerjakannya. Akan tetapi, para ahli hadits menyebutkan hadits tersebut adalah hadits maudhu’ atau hadits palsu.
Di antara ulamanya adalah al-Hafidz al-Iraqi, al-Hafidz Abdul Wahhab, Imam as-Suyuthi, Imam Abu Bakr al-Thurthusi, Ibnu Shalah, Imam al-Iz bin Abdissalam, al-Hafidz Abu al-Khattab bin Dahiyah, dan imam ahli hadits lainnya. (Takhrij Ahadits Ihya Ulum ad-Din; az-Zabidi. 1/515).
Termasuk Imam Ibnu al-Jauzi mengatakan: ‘(hadits ini) adalah maudhu’ atas Rasulullah ﷺ, para ahli hadits menitik beratkan kepada seorang bernama Ibnu Juhaim dan menisbahkan dirinya dengan kebohongan. Aku juga mendengar dari guruku al-Hafidz Abdul Wahhab berkata; ‘rijal (periwayat) hadits ini seluruhnya tidak diketahui, dan telah aku teliti seluruh kitab hadits dan sama sekali aku tidak mendapati mereka. (Al Maudhu’aat li Ibni al-Jauziy, 2/125)
Selain dua hadits di atas masih ada beberapa hadits yang menjelaskan tentang keutamaan shalat raghaib, namun para ulama mengatakan bahwa seluruh haditsnya palsu.
Imam Ibnu Rajab al-Hambali mengatakan: “Shalat khusus yang dikerjakan pada bulan rajab adalah tidak shahih, Adapun hadits-hadits tentang keutamaan shalat raghaib adalah dusta, batil dan palsu, shalat ini bidah menurut jumhur ulama. Demikian menurut para ahli hadits mutaakhirin seperti al-Hafidz Abu Ismail al-Anshari, Abu Bakar bin as-Sam’ani, Abu al-Fadhl dan Ibnu al-Jauzi.. ” (Ibnu Rajab, Lathaif al-Maarif. 213)
Hukum Shalat Raghaib Menurut Para Ulama
Adapun terkait hukum shalat ini mayoritas para ulama mengatakan bahwa shalat raghaib hukumnya adalah bidah.
Imam an-Nawawi mengatakan: shalat yang dikenal dengan shalat raghaib yaitu dua belas rakat yang dikerjakan di antara maghrib dan isya pada malam jumat pertama bulan Rajab, dan shalat malam nisfu sya’ban sebanyak 100 rakaat adalah dua shalat bid’ah munkar dan kotor, meskipun tuntunan dan hadistnya dicantumkan dalam kita Qutu al-Qulub dan Ihya Ulum ad-Din. Karena semuanya itu adalah kebathilan. (al-Majmu’, Imam Nawawi: 4/56)
Syaikh Abu Bakr Syatha juga menjelaskan: di antara bid’ah tercela yang berdosa pelakunya dan bahkan wajib bagi para pemimpin untuk mencegah dan melarang pelakunya adalah shalat raghaib dua belas rakaat yang dikerjakan di antara maghrib dan Isya pada malam Jumat pertama bulan Rajab. (I’anatu ath-Thalibin, Syaikh Abu Bakr Syatha: 1/312)
Pun Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya mengenai shalat ini, maka beliau menjawab: Shalat ini tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah, tidak pula para sahabat, pun oleh para tabi’in dan imam kaum muslimin. Rasulullah juga tidak pernah menganjurkan untuk melakukannya. Tidak pernah disebutkan tentang fadhilah malam tersebut oleh para ulama dan imam manapun (Fatawa al-Kubra, Ibnu Taimiyah: 2/262).
Kesimpulannya, hukum shalat raghaib adalah bid’ah dan tidak dianjurkan untuk dikerjakan; ini berdasarkan dari hadits yang disebutkan oleh para ulama sebagai hadits maudhu’ dan juga dipertegas dengan keterangan para ulama.
Meski demikian bulan Rajab tetaplah bulan yang mulia (asyhur al-hurum) dan dianjurkan untuk memperbanyak amal ibadah dan meninggalkan perbuatan maksiat, karena keduanya akan dilipat gandakan pahala maupun dosanya. Wallahu a’lam (Rusydi Rasyid)






